Dua Dekade Tanpa Kepastian, KASUM: Pembunuh Munir Masih Bebas Berkeliaran
JAKARTA, RAKYAT NEWS — Dua dekade lebih telah berlalu sejak kematian Munir Said Thalib, namun kebenaran masih terkubur. Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) mengecam keras negara yang dinilai terus mengabaikan penyelesaian kasus pembunuhan aktivis HAM itu, yang kini memasuki tahun ke-21.
Dalam pernyataan sikap yang dirilis hari ini, KASUM menyebut negara secara sistematis membiarkan aktor intelektual pembunuhan Munir berkeliaran bebas.
“Ini adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang melibatkan penyalahgunaan lembaga intelijen dan maskapai penerbangan milik negara. Tapi sampai hari ini, tidak ada langkah serius untuk membongkarnya,” tulis KASUM.
Munir meninggal dunia pada 7 September 2004 akibat diracun arsenik dalam penerbangan menuju Belanda. Ia dikenal luas sebagai pembela hak asasi manusia yang vokal terhadap berbagai pelanggaran, terutama yang melibatkan aparat negara.
KASUM menyoroti bahwa pola kekerasan dan impunitas negara terus terjadi hingga saat ini. “Dalam situasi seperti sekarang, publik butuh sosok seperti Munir—tegas dan konsisten. Terlebih setelah unjuk rasa Agustus lalu berujung jatuhnya korban jiwa, dari pengemudi ojek daring, mahasiswa, hingga pelajar,” katanya
Menurut KASUM, sejak kematian Munir, budaya kekerasan dan impunitas tak kunjung berhenti.
“Kebenaran tentang pembunuhan Munir dianggap berbahaya bagi segelintir elite, sehingga mereka terus berupaya menutupinya,” lanjut pernyataan tersebut.
KASUM juga menyinggung adanya tekanan politik yang diduga kuat menghambat proses hukum. Salah satunya merujuk laporan majalah Tempo pada 4 November 2024, yang menyebut bahwa DPR RI sempat meminta Komnas HAM menunda penetapan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat agar tidak menimbulkan kegaduhan politik di 100 hari pertama pemerintahan Prabowo–Gibran.
Namun setelah 100 hari berlalu, KASUM menilai Komnas HAM tetap tidak menunjukkan kemajuan berarti. “Ini adalah bentuk pelemahan institusional dan cermin keberhasilan intervensi politik untuk menutupi kebenaran,” ujar KASUM.
KASUM telah melayangkan surat resmi kepada Ketua Komnas HAM pada 25 Agustus 2025 untuk menanyakan perkembangan penyelidikan. Mereka juga menyinggung lambannya respons dari Jaksa Agung.
“UU HAM dan Pengadilan HAM mewajibkan Komnas HAM dan Kejaksaan untuk bekerja secara jujur dan independen. Tapi yang terjadi adalah penundaan tak wajar (undue delay),” tegas mereka.
KASUM juga menekankan bahwa peluang hukum masih terbuka, baik melalui investigasi baru oleh kepolisian maupun peninjauan kembali oleh kejaksaan, asalkan ada kemauan politik yang kuat.
KASUM menegaskan bahwa penyelesaian kasus Munir adalah ujian bagi komitmen negara terhadap perlindungan pembela HAM. Jika kasus ini terus dibiarkan, menurut mereka, negara mengirimkan pesan bahwa aktivis bisa dibungkam bahkan dibunuh, dan pelakunya akan tetap bebas.
“Keadilan untuk Munir bukan hanya soal masa lalu. Ini tentang masa depan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. Tanpa keberanian menembus tembok kekuasaan, negara akan terus mengalami krisis legitimasi.”.(Uki Ruknuddin)

Tinggalkan Balasan