Makassar, Rakyat News – Tepat Pukul 00.01 Wita, Jumat (9/3/2018), Ichsan Yasin Limpo berulang tahun ke 57. Keluarga, kerabat, dan sejumlah perwakilan “koalisi rakyat” yang berjuang bersama di Pilgub Sulsel, silih berganti memberi ucapan selamat di kediaman “mungil” untuk ukuran mantan kepala daerah dua periode.

Raut kebahagiaan, bukan hanya terpancar dari wajah pelopor pertama perda pendidikan gratis di Indonesia itu. Tapi juga bagi putranya, Adnan Purichta Ichsan yang di hari bersamaan genap berusia 32 tahun. Pun bagi mereka yang datang memberi ucapan dan doa. Senyum tulus selalu menjadi pengiring.

Penulis salah satu dari ratusan orang yang ikut memberi ucapan langsung. Dan ini kali kedua menjadi “saksi” momen kebahagiaan dan kebersamaan menyambut hari kelahiran suami dari Hj Novita Madonza Amu ini.

Sepulang dari kediaman pribadinya, sekira Pukul 02.04 Wita, penulis memanfaatkan membuat catatan. Maklum, di jam seperti inilah, dua ‘bola mata’ masih sulit berkompromi untuk terpejam di tempat pembaringan. Sekalipun selama seharian ‘pura-pura’ sok sibuk.

Catatan ini bukan tentang pujian. Tapi sebuah ungkapan kebanggaan, ketulusan dan apresiasi untuk Bapak Ichsan Yasin Limpo. Bangga, karena banyak pembelajaran berharga bisa dipetik selama bersentuhan dengannya. Bangga, karena di hatinya selalu ada nawaitu untuk masa depan anak-cucu kita. Bangga, karena tak pernah lelah memberi yang terbaik untuk rakyat.

Bagi penulis yang baru satu tahun berinteraksi langsung dengannya, tentu masih tergolong sangat “belia” untuk mengurai lebih jauh tentang sepak terjang dan kepribadian mantan anggota DPRD Sulsel dua periode ini.

Tapi terlepas itu, ada pembeda yang penulis rasakan tentang Ichsan Yasin Limpo. Pembeda, karena perkataan dan perbuatannya seiring. Pembeda, karena punya konsitensi. Pembeda, karena ada ketegasan dalam bersikap. Pembeda, karena punya nyali tinggi menerobos sistem yang berbelit-belit.

Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, Ichsan adalah tipikal pemimpin zaman now. Punya kematangan berpolitik. Terukur menjanlankan kebijakan. Pikiran dan ide-idenya selalu jauh kedepan. Bukan asal-asalan, atau sekadar mencari sensasi sesaat untuk pencitraan.

Jangan pernah beranggapan jika Ichsan adalah tipikal pemimpin yang piawai berjanji, tapi gampang melupakan. Sebab jika itu ada di pikiran, maka percaya saja Anda akan ‘tersipu malu’ dan “kacele” dengan sendirinya.

Siapapun yang pernah dan lama berinteraksi dengan Ichsan, pasti sangat tahu bagaimana dia memegang sebuah komitmen. Pantang baginya menarik ucapan, atau mengkhianati janji yang keluar dari mulutnya. Sekalipun itu dalam posisi sulit atau tersudut.

Bukan Ichsan Yasin Limpo namanya kalau lari dari komitmen. Bukan Ichsan Yasin Limpo panggilannya kalau plin-plan bersikap. Bukan Punggawa julukannya, kalau menjauh dari tanggung jawab. Bukan juga “Mister Komitmen” kalau menjadi “boneka” dari pihak tertentu.

Setidaknya ini yang penulis ikut rasakan selama menjadi “paggene-genne” dibarisan pemenangannya selama kurang lebih satu tahun terakhir. Arti sebuah komitmen, konsistensi, ketegasan, serta kemampuan begitu sangat dipegang erat-erat.

Kebanggaan tersendiri bisa mengenalnya, karena terobosan-terobosannya kadang di luar nalar dan prediksi kita. Di saat kita berpikiran jangka pendek, Ichsan justru jauh berpikiran jangka panjang. Dan itu penuh perhitungan, kematangan, serta sangat terukur.

Jangan pernah menilai setiap gagasan dan idenya yang dikeluarkan hanya sekadar untuk menarik simpati belaka. Sebab, di benaknya tak ada istilah main-main untuk kepentingan rakyat banyak. Ia tak alergi dicibir di awal. Ia tak takut terus menjadi “bulan-bulanan” kritikan. Asalkan di akhir, rakyat bisa menikmati sesungguhnya makna dari ide dan gagasannya itu.

Bercermin dari kepemimpinannya di Gowa selama 10 tahun, Ichsan memang tak sehebat beberapa kepala daerah yang piawai mengumbar pencitraan di media, tapi didalamnya sangat keropos. Ichsan jauh tertinggal untuk urusan meletakkan batu pertama, namun tak ada realisasi. Karena sekali lagi, doktor bidang hukum pendidikan ini, memang lebih mengutamakan fakta ketimbang janji atau pencitraan.

Lewat kepemimpinan Ichsan, Gowa kini jauh lebih merdeka. Merdeka, karena tak ada lagi istilah pungutan satu rupiah pun ke orang tua siswa. Merdeka, karena kaya dan miskin semua bisa menikmati pendidikan yang benar-benar gratis.

Merdeka, karena rakyatnya juga benar-benar menikmati kesehatan gratis. Merdeka, karena rakyatnya merasa terlindungi. Tak ada kecemasan tanah dan haknya dirampas oleh konglomerat. Sebab siapapun itu yang ingin membeli tanah di wilayah Gowa, harus memiliki KTP Gowa. Bukan surat keterangan sementara.

Berkat kepemimpinan Ichsan pula, mini market yang menjamur di daerah lain, tetap bisa terkontrol di Gowa. Ada pembatasan di setiap kelurahan. Dan itu dilakukan, agar roda usaha menengah ke bawah yang dijalankan rakyat, tetap bisa berjalan dan bersaing.

Pembeda lainnya yang dimiliki IYL, tentu saja soal komitmennya menjalankan pemerintahan bersih atau bebas dari penyalahgunaan. Selama 10 tahun memimpin Gowa, ia berhasil membawa kabupaten yang wilayahnya sekitar lima kali lipat luasnya dibanding Bantaeng ini, mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) lima kali berturut-turut. Dan ini satu-satunya kabupaten di Sulsel.

Bukan hanya itu saja, berkat kegigihan memimpin dan melayani rakyat, Ichsan pernah membawa Gowa sebagai kabupaten pemerintahan terbaik kedua se-Indonesia. Dan lagi-lagi ini pertama untuk kabupaten di Sulsel.

Keberpihakan lainnya ke rakyat adalah penegasan ke siapapun investor yang menanamkan modal atau investasinya di Gowa. Syarat wajibnya, tenaga kerja atau karyawan yang direkrut harus memprioritaskan putra-putri daerah. Begitu juga untuk sektor lain yang di catatan ini tak sempat diurai.

Pembeda lainnya yang penulis rasakan, adalah kedisiplinan Ichsan. Bukan hanya “Mister Komitmen” yang layak untuk disandangnya. Tapi julukan “Mister On Time” patut juga disematkan. Ia bukan tipikal pejabat pengguna “jam karet”.

Berulangkali penulis dibuat terkagum hingga “tertinggal” dengan aksi “Mister On Time”. Jika ada undangan atau kegiatan yang ingin dihadirinya, jangan tunggu bergerak setelah jadwal yang ditentukan. Sebab kebanyakan ia memilih bergegas atau datang lebih awal.

Dan satu lagi yang membuat penulis menaruh hormat dan bangga kepadanya adalah manajemen waktu dan pola istirahatnya. Hingga dinihari sekali pun beraktivitas, tetap saja jam bangunnya subuh atau di pagi hari. Sebuah kebiasaan yang penulis masih sulit untuk mengikutinya setiap saat.

Melalui catatan ini, izinkan penulis menyampaikan beribu terima kasih atas berbagai pembelajaran berharga selama ini. Doa kami selalu teriring, semoga selalu diberi kesehatan melimpah. Diberi kemudahan untuk niat baiknya mewakafkan diri membangun Sulsel.

Selamat ulang tahun Bapak Ichsan Yasin Limpo. Kami bangga berjuang bersamamu untuk melanjutkan kemajuan Sulsel!

Makassar, 9 Maret 2018

Arif Saleh
Eks Jurnalis Koran SINDO