Edukasi Lingkungan & Peluncuran Tong Sampah Mural oleh DLH Kota Binjai
Kota Binjai kini semakin menegaskan komitmennya dalam menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan melalui gerakan edukasi publik dan inovasi fasilitas publik. Salah satu langkah terbaru yang menarik perhatian warga adalah program peluncuran tong sampah mural.
Melansir, https://dlh.dprdbinjai.com/, Program ini merupakan sebuah langkah kreatif yang menggabungkan fungsi kebersihan dengan seni visual yang digagas dan didorong aktif oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Binjai. Kampanye edukasi lingkungan lewat media sosial, aksi lapangan, serta kolaborasi komunitas menjadi rangkaian strategi terintegrasi yang terus diperkuat dalam mewujudkan kota Binjai yang bersih dan asri.
Latar belakang dan urgensi program mural
Isu pengelolaan sampah dan perilaku warga terhadap kebersihan kota masih menjadi tantangan di berbagai kota di Indonesia, tidak terkecuali Binjai. Volume sampah yang meningkat, pembuangan liar, serta kurangnya kesadaran publik dalam memilah sampah menjadi hambatan nyata bagi Dinas Lingkungan Hidup.
Untuk mengatasi hal itu, kampanye edukasi lingkungan perlu dijalankan tidak hanya lewat imbauan secara verbal atau regulasi semata, tetapi melalui cara yang lebih “menyentuh” masyarakat dengan visual, estetik, dan mudah diakses oleh publik.
Dalam konteks ini, tong sampah mural muncul sebagai konsep inovatif. Bukan hanya menjadi tempat sampah biasa, namun dilengkapi lukisan, desain kreatif, dan elemen estetika yang menarik perhatian. Dengan demikian, selain fungsional, tong sampah mural juga menjadi media edukasi statis yang menyampaikan pesan kebersihan dan ajakan menjaga lingkungan.
Langkah awal: Perencanaan & kampanye di media sosial
DLH Kota Binjai menggunakan media sosial, khususnya Instagram (@dlh_kotabinjai) dan website resminya di https://dlh.dprdbinjai.com/, sebagai saluran kampanye dan dokumentasi awal peluncuran program mural ini. Akun tersebut memuat banyak posting tentang kegiatan kebersihan, gotong royong, serta kampanye “Binjai Bersih” yang menjadi tagline program lingkungan kota.
Beberapa unggahan menggambarkan momen soft launching program mural, di mana visual tong-tong dengan motif kreatif ditampilkan sebagai simbol perubahan dan ajakan publik. Unggahan video “Program Binjai Bersih’ menegaskan bahwa pemerintah kota ingin mengangkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Baik di ruang terbuka maupun area padat aktivitas.
Melalui postingan tersebut, DLH mengiringi konten visual dengan narasi edukatif, ajakan partisipasi, serta tagar seperti #BinjaiBersih. Pendekatan ini memungkinkan warga yang tadinya “hanya” menjadi penonton di media sosial terdorong untuk menjadi bagian dari aksi nyata di lapangan.
Aksi lapangan: gotong royong, pembersihan, dan kolaborasi
Pemasangan tong sampah mural tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan aksi fisik di lapangan. DLH secara rutin mengorganisir kegiatan gotong royong dan pembersihan ruang publik seperti RTH Pujasera, trotoar, taman kota, dan kawasan strategis lainnya.
Kegiatan ini sering dipublikasikan juga dalam bentuk foto dan video, sehingga warga dapat melihat langsung komitmen DLH dan partisipasi aktif di lapangan. Unggahan “DLH melakukan giat bersih lanjutan di RTH Pujasera” adalah salah satu contoh yang menyorot bahwa edukasi tak hanya lewat kata, tetapi lewat aksi nyata.
Tak hanya itu, DLH juga melibatkan petugas kebersihan dan satgas lokal dalam pembersihan bersama di area publik umum. Postingan “Gotong Royong bersama Petugas Kebersihan” menekankan bahwa kebersihan kota adalah tanggung jawab kolektif, bukan hanya urusan dinas atau pemerintah.
Kolaborasi antar OPD, komunitas, dan masyarakat lokal pun muncul dalam beberapa konten, memperkaya jaringan dukungan pelestarian kebersihan. Misalnya, kegiatan gorong-gorong kebersihan di sekolah-sekolah yang artinya ajakan kebersihan juga dilakukan untuk generasi muda.
Implementasi tong mural: konsep, lokasi, dan fungsi ganda
Tong sampah mural di Binjai dirancang bukan sebagai “kotak kosong” estetika semata, melainkan sebagai titik edukasi statis yang menyampaikan pesan selama 24 jam. Setiap tong dipilih motif mural yang relevan dengan tema lingkungan. Misalnya lukisan alam, ajakan memilah sampah, atau slogan kebersihan kota. Dengan demikian, setiap orang yang lewat akan “terpapar” kampanye lingkungan, bahkan tanpa interaksi langsung.
Lokasi pemasangan tong mural pun direncanakan secara strategis: di titik lalu lintas tinggi, taman kota, pusat keramaian, dan kawasan padat aktivitas publik. Tujuannya agar pesannya sampai ke khalayak luas, dan tong mural juga langsung digunakan. Sebagai contoh, jika di RTH atau trotoar kota sudah tersedia tong mural, pengguna area tersebut lebih mudah membuang sampah ke tempatnya ketimbang asal membuang.
Fungsi ganda ini menjadikan tong mural sebagai medium komunikasi lingkungan yang terus hadir di ruang publik, bukan hanya fasilitas fisik. Program ini diharapkan mengubah “pandangan” orang terhadap tong sampah dari benda biasa menjadi simbol partisipasi lingkungan.
Tantangan implementasi dan bagaimana DLH menghadapinya
Proyek semacam ini tentu menghadapi tantangan,baik dari pemeliharaan, kerusakan oleh vandalisme, sampai keterbatasan sumber daya untuk penyebaran skala luas. Berikut beberapa tantangan dan respons DLH berdasarkan praktik yang terlihat:
1. Pemeliharaan dan perawatan berkala
Agar mural tetap estetis dan pesan tetap jelas, tong harus dirawat, dicat ulang, dibersihkan, dan diperbaiki bila rusak. DLH bisa melibatkan komunitas lokal atau bank sampah setempat untuk merawatnya bersama.
2. Vandalisme atau kerusakan fisik
Karena sifat terbuka publik, mural dan permukaan tong bisa menjadi sasaran coretan atau kerusakan. Untuk mengurangi hal itu, DLH dapat menerapkan patroli rutin, atau melibatkan warga sekitar sebagai “pengawas lokal”.
3. Distribusi yang belum merata
Tong mural mungkin belum mencapai semua wilayah kota, terutama di kelurahan pinggiran atau wilayah yang kurang mendapat perhatian media. DLH harus merencanakan skala bertahap atau prioritaskan zona rawan sampah.
4. Kesadaran warga yang belum merata
Meski kampanye media sosial telah menyasar sejumlah orang, masih banyak warga yang kurang aktif di kanal digital atau belum menerima edukasi langsung. DLH perlu menyinergikan metode edukasi lainnya, misalnya dialog komunitas, penyuluhan door to door, dan kolaborasi dengan sekolah dan tokoh lokal.
DLH Kota Binjai tampaknya sudah menyadari pentingnya transparansi dan dokumentasi sebagai senjata melawan skeptisisme. Dengan secara rutin mempublikasikan kegiatan kebersihan, soft launching, dan kolaborasi, warga bisa melihat bahwa program mural bukan sekadar gimmick, melainkan bagian dari strategi nyata kota bersih.
Kesimpulan
Peluncuran tong sampah mural oleh DLH Kota Binjai adalah langkah inovatif yang menggabungkan seni, edukasi, dan fungsi publik. Lewat media sosial seperti Instagram, DLH menyebarkan pesan kampanye lingkungan dengan cara visual dan narasi edukatif, menarik publik untuk tidak hanya melihat, tetapi ikut berpartisipasi. Di lapangan, kegiatan gotong royong dan pembersihan mendampingi proyek mural agar menjadi nyata.
Tantangan seperti pemeliharaan, vandalisme, dan distribusi merata harus terus dihadapi, namun dengan kolaborasi komunitas dan transparansi publik, tong mural bisa menjadi warisan budaya kebersihan bagi Binjai. Jika dijalankan konsisten, proyek ini bukan sekadar alat pengumpul sampah, melainkan panggung edukasi yang menyentuh mata, hati, dan tindakan warga yang menjadikan setiap tong mural sebagai pemantik kesadaran dan simbol solidaritas lingkungan.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan