PT Hadji Kalla Tegaskan Kepemilikan Lahan di Tanjung Bunga Sah Sejak 1993, Berikut Rinciannya!
RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – PT Hadji Kalla menegaskan bahwa aktivitas yang dilakukan di atas lahan di Jalan Metro Tanjung Bunga, tepatnya di depan Trans Studio Mall Makassar, memiliki dasar hukum dan legalitas yang sah.
Klarifikasi ini disampaikan oleh Kuasa Hukum PT Hadji Kalla, Azis T, S.H., M.H., sebagai tanggapan atas berbagai pemberitaan terkait aktivitas perusahaan di kawasan tersebut.
Menurut Azis, PT Hadji Kalla merupakan entitas bisnis nasional yang telah berdiri sejak tahun 1952 dan selama lebih dari tujuh dekade menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik serta menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal.
“Aktivitas yang dilakukan di lokasi tersebut adalah kegiatan pematangan dan pemagaran lahan sebagai bagian dari rencana pembangunan proyek properti terintegrasi milik PT Hadji Kalla,” ujar Azis dalam konferensi pers yang digelar di Lobi Wisma Kalla, Kamis (30/10/2025) siang WITA.
Legalitas Kepemilikan Tanah
Lahan dengan total luas 164.151 meter persegi tersebut memiliki dasar hukum yang kuat, terdiri atas empat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar pada tahun 1996, serta Akta Pengalihan Hak Atas Tanah Nomor 37 tanggal 10 Maret 2008. BPN juga telah memperpanjang masa berlaku HGB tersebut hingga 24 September 2036.
Azis menjelaskan, PT Hadji Kalla telah menguasai dan mengelola lahan itu sejak tahun 1993, berdasarkan transaksi jual beli yang sah dari pemilik sebelumnya.
Namun, sejak dimulainya proses pematangan lahan pada 27 September 2025, perusahaan menghadapi sejumlah gangguan fisik dari pihak tertentu yang diketahui terkait dengan PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD), perusahaan yang terafiliasi dengan Lippo Group.
Terkait Permohonan Eksekusi oleh Pihak Lain
Azis menegaskan bahwa permohonan eksekusi yang diajukan oleh kuasa hukum PT GMTD Tbk atas lahan tersebut tidak melibatkan PT Hadji Kalla dalam perkara hukum yang menjadi dasar eksekusi, yakni Perkara Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Mks.
“PT Hadji Kalla bukan pihak dalam perkara yang disebutkan, sehingga secara hukum tidak terikat oleh putusan tersebut. Prinsip hukum jelas menyatakan bahwa putusan hanya mengikat para pihak yang berperkara serta ahli warisnya,” tegas Azis.
Ia menambahkan, pelaksanaan eksekusi terhadap pihak ketiga yang tidak termasuk dalam amar putusan merupakan pelanggaran terhadap prinsip hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 195 HIR jo. Pasal 206 RBg, serta melanggar prinsip due process of law sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Langkah Hukum PT Hadji KallaSebagai bentuk tanggung jawab hukum dan untuk memastikan kepastian kepemilikan yang sah, PT Hadji Kalla telah mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk membatalkan atau menunda pelaksanaan eksekusi hingga ada kejelasan status hukum atas tanah tersebut.
“Kami menghormati proses hukum yang berlaku dan berharap semua pihak dapat menegakkan prinsip keadilan serta kepastian hukum dalam penyelesaian perkara ini,” tutup Azis.
Sementara itu, Chief Legal & Sustainability Officer KALLA, Subhan Djaya Mappaturung, juga menegaskan komitmen pihaknya dalam menjaga tata kelola yang baik.
“Kita selama 73 tahun bekerja dengan tata kelola perusahaan yang baik, kita komplain, kita ikuti aturan-aturan hukum yang ada, kita tidak pernah macam-macam di bisnis kita selama ini, dan itu adalah pesan-pesan pendiri, bahwa kita bekerja secara jujur, akuntabel, bekerja untuk masyarakat dan lain sebagainya,” ujarnya.
Subhan menjelaskan, masih terdapat beberapa sertifikat yang dalam proses administrasi, namun status kepemilikannya telah sah melalui akta peralihan.
“Memang ada sertifikat yang masih belum selesai tapi sudah dialihkan, ada akta peralihan hak di tahun 2008, ini sementara dalam proses, kita tunjukkan,” katanya.
“Kita bukan baru beli tanah di sana, itu sudah ada pengakuan juga dari pihak-pihak (terkait) karena tanah kami di sana jelas alas hukum atau dasar hukumnya. Penguasaan di atas lahan itu sejak tahun 1993, setelah kita menandatangani akta jual beli,” lanjutnya.
Subhan juga memaparkan bukti historis kepemilikan tanah tersebut.
“Kita bahkan punya bukti pemasangan plang saat pemagaran sejak tahun 2010 dengan logo lama, dan sama sekali tidak ada gangguan selama 2 bulan dipagar, bahkan pemagaran itu juga dilakukan pihak karaeng Idjo,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa hubungan antara PT Hadji Kalla dan keluarga Karaeng sebagai penjual lahan berjalan baik dan saling menghormati.
“Bagusnya lagi kita sebagai pembeli beretikad baik, termasuk juga keluarga Karaeng adalah penjual juga yang beretikad baik yang selama ini menjaga dan merawat tanah itu,” katanya.
Namun, ia mengakui bahwa situasi mulai berubah setelah perusahaan melakukan aktivitas pematangan lahan pada akhir September.
“Dan sampai hari ini hampir tidak ada gangguan terkait dengan tanah tersebut, baru setelah kita masuk, karena kita memang ada perencanaan untuk membuat suatu properti terintegrasi,” jelas Subhan.
Meski begitu, pihak Kalla belum memberikan informasi terkait dengan harga dan jenis properti yang akan dibangun di lokasi tersebut.
“Kami masuk di tanggal 27 September ternyata banyak gangguan, hingga gangguan fisik, yang kemudian kita ketahui bahwa ada pihak-pihak lain yang selama ini bersengketa di atas tanah itu yang tanpa kita ketahui, jadi ada orang lain yang tiba-tiba bersengketa di tanah tersebut yang kita tidak pernah terlibat maupun dilibatkan di dalam perseteruan mereka, karena kita yakin bahwa ini asal usulnya dari Karaeng Idjo,” tambahnya.
Keterangan dari Ahli Waris
Ahli waris Andi Idris Mangenrurung A. Idjo membenarkan bahwa tanah tersebut memang dimiliki oleh PT Hadji Kalla berdasarkan transaksi sah dengan pihaknya.
“Sudah tau bahwa sudah ada perusahaan yang memiliki tanah di sana, kok bisa membeli ke tempat orang yang lain,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa sejak lama, lahan tersebut dikelola secara bersama tanpa adanya gangguan dari pihak lain.
“Sampai saat ini, PT Hadji Kalla maupun pihak kami tidak pernah orang lain yang menguasai, selain kami dan PT Hadji Kalla. Mulai dari tahun 2010 yang saya sendiri melakukan pemagaran selama 2 bulan, setelah itu dari PT Hadji Kalla memberi bibit, jadi kami menurunkan ikan, udang dan menempatkan orang untuk membangun rumah-rumah dan menjaga yang kami kerjakan,” katanya.
“Sampai saat ini sebelumnya kami tidak pernah merasa terganggu, nanti baru ini (kasus sengketa), nanti baru kali ini ada yang masuk dan baru kami tahu ada utusan atau perkara,” tutupnya. (Farez)


Tinggalkan Balasan Batalkan balasan