Lebih lanjut, Tb Haeru menjelaskan bahwa ikan nila salin dipilih karena keunggulannya yang mampu hidup di air payau dengan kadar garam hingga 20 ppt. Jenis ini sangat cocok untuk lahan tambak di pesisir. Selain pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap penyakit, nila salin juga memiliki pasar yang luas baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Berdasarkan data, permintaan global ikan tilapia mencapai 7,84 juta ton pada tahun 2024 dan diproyeksikan meningkat menjadi 8,9 juta ton pada tahun 2030.

Di dalam negeri, permintaan juga terus meningkat dan diperkirakan menembus 2,36 juta ton pada tahun yang sama. Dari sisi produksi, Indonesia kini menjadi produsen tilapia terbesar kedua di dunia dengan produksi sekitar 1,4 juta ton atau 20,5 persen dari total produksi dunia, setelah Tiongkok. Indonesia juga tercatat sebagai eksportir nila terbesar ketiga di dunia setelah Tiongkok dan Kolombia.

Dalam kunjungan tersebut, Menteri Trenggono juga menunjukkan area pembangunan BINS Karawang seluas 230 hektare yang dilengkapi dengan infrastruktur pendukung lengkap, seperti intake air laut dan tawar, area pembesaran, IPAL serta fasilitas kawasan terpadu.

Dengan penerapan sistem modern dan pengelolaan terintegrasi, BINS Karawang ditargetkan mampu meningkatkan produktivitas hingga 84 ton per hektare per tahun dengan volume produksi mencapai 11.150 ton per tahun. Proyek ini juga diproyeksikan membuka lapangan kerja baru bagi sekitar 500 orang. (*)

YouTube player