RAKYAT NEWS, JAKARTA – Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) No. 20/2023 mengamanatkan tujuh agenda transformasi besar yang bertumpu pada meritokrasi. Prinsip merit menjadi landasan objektivitas dalam penempatan dan pengembangan ASN.

Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Purwadi Arianto menuturkan perlu percepatan penguatan implementasi dan pengawasan yang lebih efektif agar manfaat sistem merit benar-benar dirasakan.

Selain amanat UU ASN, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pun memberikan mandat tambahan yang harus ditindaklanjuti bersama. MK menegaskan perlunya dibentuk lembaga independen yang bertugas mengawasi penerapan sistem merit, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.

“Dengan dialog yang terbuka dan data yang kuat, diskusi hari ini menjadi penting untuk menjaring masukan, memperkaya sudut pandang, mempertajam opsi desain, dan menguatkan sinergi antar-lembaga dalam merumuskan kelembagaan pengawas sistem merit yang benar-benar melindungi kepentingan publik,” ujar Purwadi dalam FGD Penguatan Pengawasan Sistem Merit Pasca Putusan MK, di Jakarta, Selasa (2/12/2025).

Purwadi menuturkan kualifikasi, kompetensi, kinerja, integritas, moralitas, dan tidak diskriminatif menjadi standar profesional yang harus dijaga jika pemerintah ingin kualitas pelayanan publik terus meningkat. UU ASN dan Putusan MK Nomor 121/PUU-XXII/2024 membawa mandat baru bagi pemerintah untuk memastikan mekanisme pengawasan merit tetap berjalan independen, efektif, dan selaras dengan ekosistem manajemen ASN yang sedang dibangun bersama.

Mandat Mahkamah Konstitusi menegaskan perlunya lembaga pengawas yang independen. Urgensinya yaitu pengawasan merit menyentuh area yang sangat dekat dengan kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian. Jika pengawas berada di bawah pihak yang diawasi, risiko konflik kepentingan akan sangat tinggi.

Inti dari mandat ini adalah memastikan rekruitmen, promosi, mutasi, dan kinerja ASN benar-benar dijalankan secara objektif dan bebas dari intervensi.

“Tujuan akhirnya sederhana namun fundamental, yaitu melindungi profesionalitas dan netralitas ASN sebagai pelayan publik,” jelas Purwadi.

Lanjutnya diuraikan, dalam konteks desain kelembagaan lembaga pengawas sistem merit terdapat beberapa prinsip yang perlu dijadikan landasan. Lembaga pengawas sistem merit harus benar-benar independen, bebas dari konflik kepentingan, dan memiliki mekanisme checks and balances dalam tata kelola SDM ASN.

“Pengawasannya harus berbasis data dan evidence, namun tetap bersinergi dengan Kementerian PANRB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan lembaga lain agar prosesnya efisien dan tidak tumpang tindih,” imbuhnya.

Hal ini bukan tanpa alasan. Tujuan akhirnya jelas yaitu untuk memastikan transformasi birokrasi berjalan tanpa intervensi politik, mengurangi ruang transaksi jabatan, menjaga profesionalitas serta netralitas ASN, dan pada akhirnya meningkatkan kepercayaan publik.

“Pengawasan sistem merit harus benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat,” tutur Purwadi.

Purwadi tidak lupa menegaskan bahwa kualitas pengawasan sistem merit bukan hanya soal kelembagaan, tetapi soal keberanian untuk memastikan birokrasi berjalan dengan adil, profesional, dan bebas dari intervensi yang tidak semestinya.

Penerapan sistem merit secara konsisten menjadi kunci agar kualitas ASN dapat meningkat dan merata di seluruh instansi.

Penguatan implementasi dan pengawasan menjadi penting untuk memastikan kualitas sistem merit terasa nyata, bukan hanya pada angka penilaian, tetapi pada berdampak terhadap manajemen ASN dan pelayanan publik.

“Melalui forum ini saya berharap kita dapat merumuskan opsi kelembagaan yang paling tepat, sekaligus memetakan tahapan transisi yang rapi dan memberikan kepastian bagi seluruh instansi,” pungkas Purwadi.

YouTube player