Ke tiga, bahwa dalam perkara penyelesaian sengketa pemilihan Panwaslu bukanlah sebagai “lembaga peradilan”, akan tetapi Panwaslu hanya sebagai lembaga ajudikasi yang sifatnya ad-hoc.

“Sehingga dalam putusan Panwaslu harus tunduk pada Perbawaslu nomor 15 tahun 2017, dimana mengacu pada format formulir Model PSP-20, putusan penyelesaian sengketa pemilihan yg bersifat hanya ‘meminta’ karena frasa ‘memerhatikan’ hanya boleh digunakan oleh lembaga peradilan incasu PTTUN/MA,” jelasnya.

Keempat, posisi Panwaslu bukanlah lembaga yang lebih tinggi daripada KPU yang dimana Panwaslu tidak dapat memerintahkan KPU melainkan hanya meminta.

“Kelima, bahwa lampiran-lampiran dalam Perbawaslu nomor 15 tahun 2017 haruslah menjadi pedoman baik bagi pemohon, termohon maupun Panwaslu dalam penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah ,” tutur dia.

Keenam, demikian KPU Makassar wajib untuk mengesampingkan atau tidak melaksanakan isi putusan Panwaslu kota makssar no. 002/PS/PWSL.MKS.27.01/V/2018. (*)