“Bentuk komitmen itu nantinya akan dituangkan dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik sebagai salah satu klausal ketepatan waktu pelayanan. Dengan begitu,  para pemilik smelter bisa fokus pada bisnis inti perusahaan, sementara kami akan menyelesaikan kebutuhan listrik sesuai jadwal yang disepakati bersama,” imbuh Adi.

 

Ia pun memaparkan, saat ini pasokan daya pada sistem kelistrikan di Sulawesi surplus sebesar 616,04 Mega Watt (MW), dengan daya mampu pembangkit sebesar 3.208,75 MW (Data per 31 Mei 2022). Berdasarkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 dalam 10 tahun ke depan akan dibangun pembangkit baru sebesar 7.381 MW lengkap dengan transmisi dan gardu induknya.

 

Lebih Lanjut, di samping itu, PLN juga siap melengkapi kebutuhan sektor industri, khususnya industri smelter, dengan memberikan produk dan layanan yang inovatif dan ramah lingkungan seperti sertifikat EBT atau Renewable Energy Certificate (REC). Terlebih saat ini penyumbang kapasitas listrik terbesar di sistem Sulawesi adalah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas sebesar 515 MW.

 

“Dengan kondisi tersebut kami siap melayani kebutuhan listrik bagi para investor yang ingin berinvestasi di Regional Sulmapana,” tegas dia.

 

Saat ini, di regional Sulmapana sudah ada 4 pabrik smelter memanfaatkan listrik dari PLN dengan total daya sebesar 260 MVA. Sementara di regional lain, Jawa-Madura-Bali (Jamali) telah beroperasi 11 smelter dengan dukungan listrik PLN untuk total daya mencapai 153.59 MVA.

 

Sementara untuk pelanggan smelter yang sudah menandatangani Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) dengan PLN dan dalam proses konstruksi di Jamali saat ini ada 3 perusahaan untuk total daya sebesar 215 MVA. Selain itu, di Sumatra-Kalimantan juga sudah ada pelanggan smelter sebesar 30 MVA yang akan beroperasi dalam waktu dekat.