“Oleh karena itu jangan pernah melakukan aktivitas kalau tuntutan kami belum terpenuhi,”tegas Zem dalam orasinya.

Yudi perwakilan Lembaga Adat Toraja (LAT) mengatakan bahwa Toraja adalah Pariwisata dan Budaya. Kami sangat marah ketika situs budaya atau cagar budaya leluhur kami yang sudah dijaga ratusan hingga ribuan tahun lalu dirusak.

Anto, perwakilan Lembang Buakayu dalam orasinya menuntut agar Pemerintah dan DPRD mengevaluasi izin-izin PLTA malea.

Kami duga bahwa Malea belum mengantongi izin lengkap dalam proses pembangunan yang dilakukan dan berdasarkan surat dari DLH Provinsi pertanggal 19 Juli 2019, Malea telah melakukan pelanggaran yaitu telah melakukan usaha dan atau kegiatan perubahan desain atau penambahan konstruksi yang tidak terlingkup dalam dokumen lingkungan dan izin lingkungan.

“Kami juga meminta agar proses pembebasan lahan ditelusuri ada banyak masalah, sebab dalam proses pembebasan lahan, kami nilai sangat tidak manusiawi dan terkesan diambil paksa,”tegasnya.

Dalam aksi di DPRD Kabupaten Tanpa Toraja, Massa Aliansi Masyarakat Toraja menggugat diterima oleh Wakil Ketua DPRD Tana Toraja, Yohanis Lintin Paembongan, serta Anggota DPRD Semuel Tandirerung, Yan Anggong Kalalembang dan Drs Lita serta perwakilan dari PT Malea Energi, M.Sakur.

DPRD berjanji akan mengagendakan pertemuan lanjutan dengan OPD terkait, DPRD, Pemerintah Kecamatan, Perwakilan Lembang, Tokoh masyarakat, Lembaga Adat Toraja dan Mahasiswa pada Rabu 29 Juli 2020. Namun, Aliansi akan kembali datang dengan jumlah massa yang lebih banyak.(*)