“Ya kita berharap pergantian hakim MK agar hakim MK kedepan yang mempunyai aliran hukum progresif yang dapat mendobrak kejumudan dalam membangun tafsir konstitusional yang jauh lebih bermaslahat, serta benar-benar terbangun paradigma konstitusionalisme, idealnya hakim MK dalam membuat putusan dalam JR presidential threshold ini mengunakan metode penafsiran dengan mendasarkan pada “judicial activism” dan bukan seperti saat ini yang kelihatannya lebih pada pendekatan “Judicial Restraint,” pungkasnya.

Sedangkan Tamsil Linrung, selaku pemohon I DPD RI mengatakan, judicial review yang diajukan DPD RI secara kelembagaan merupakan hasil penyerapan aspirasi di seluruh daerah di Indonesia yang dilakukan anggota DPD RI.

“Jadi, itu adalah hasil dari penyerapan aspirasi yang dilakukan oleh seluruh anggota DPD RI. Kami semua berkeliling daerah untuk meminta masukan mengenai presidential threshold ini, tetapi oleh MK dianggap tidak ada kerugian bagi DPD RI, sehingga ditolak di legal standing,” ujar Tamsil Linrung.

Sebagai informasi, hasil eksaminasi tersebut akan diolah menjadi rekomendasi oleh Pusat Kajian Hukum DPD RI, untuk kemudian disampaikan ke para pihak terkait. Sekaligus sebagai penambah literasi bagi kalangan praktisi hukum dan akademisi hukum.

“Nanti kami sampaikan kepada pimpinan DPD RI, apakah akan diteruskan kepada pemerintah dan DPR serta Lembaga Negara lainnya, kami serahkan kepada pimpinan DPD RI,” ungkap Kabiro Pusjakum.

Baca Juga : Pengujian UU Hak Cipta di MK, Otto Hasibuan Hadirkan Pakar HTN Fahri Bachmid sebagai Ahli