RAKYAT.NEWS, TANA TORAJA – Pemkab Tana Toraja (Tator), Sulawesi Selatan (Sulsel) mengungkap 346.710 ekor babi terancam mati akibat wabah virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika. Penyebaran virus ASF semakin meningkat, sementara vaksin belum ada.

Baca Juga : Dampak Kekurangan Vitamin C dan D pada Tubuh

Kepala Bidang (Kabid) Peternakan Dinas Pertanian dan Peternakan Tana Toraja, Octavianus Sonda mengatakan hingga saat ini sudah 300 ekor babi yang terjangkit virus ASF. Wabah telah menyebar ke 19 kecamatan.

“Laporan yang masuk kurang lebih 300 ekor sudah mati, tapi data itu masih banyak peternak yang belum lapor. Ini sangat berbahaya karena mengancam populasi babi kita, ada 346.710 populasi babi yang ada di 19 Kecamatan,” katanya, Senin (5/6/2023), dilansir detikSulsel.

Octavianus menjelaskan bahwa babi yang terinfeksi virus ASF merupakan ancaman bagi babi ternak yang sehat. Ini karena belum ada vaksin untuk mencegah virus tersebut.

“Sekarang belum ada vaksin untuk babi, jadi untuk mencegah virus ASF kami hanya membagikan disinfektan ke peternak,” terangnya.

Akibatnya lanjut dia penyebaran virus berpotensi berlangsung cepat. Ratusan ribu populasi babi di Tana Toraja terancan musnah.

“Kalau lama vaksin ada untuk ASF kami khawatir 346.710 populasi babi di Tana Toraja ini terjangkit dan mati semua,” tuturnya.

Saat ini pihaknya masih menelusuri penyebaran virus demam babi Afrika di wilayah Tana Toraja. Pemkab Tana Toraja untuk sementara waktu menutup arus lalu lintas (lalin) babi ternak antardaerah.

“Sementara kita tracking penyebarannya. Kami juga menutup sementara lalin ternak babi dan pakannya dari luar daerah. Ini untuk menyelamatkan populasi babi kita,” terangnya.

Sementara salah seorang warga peternak babi bernama Serly mengaku sebanyak 27 ekor babi peliharaannya mati karena virus ASF. Kematian ternak dengan jumlah besar tersebut mengakibatkan kerugian mencapai Rp 50 juta.

“Sudah 2 minggu mi ini. Setiap hari pasti ada babi yang mati, kalau rugi pasti. Kita ambil satu babi dewasa itu Rp 3 juta sampai Rp 5 juta, kerugian saya sudah hampir Rp 50 juta,” ungkapnya.

Serly menjelaskan, babi ternaknya mengalami gejala nafsu makan berkurang, suhu tubuh meningkat dan babi terlihat pincang. Sementara vaksin disinfektan yang digunakan tidak berdampak terhadap penyebaran virus ASF.

“Biasanya itu babi tidak mau makan, panas, terus pincang. Nah 1 atau 2 hari itu babinya langsung mati. Tidak tau apa yang bisa dilakukan, cuma semprotkan disinfektan saja,” ucapnya.

Kepala Dinas Peternakan Toraja Utara, Lukas Pasarai, mengatakan selain di Tana Toraja, virus ASF lebih awal dilaporkan menyebar di daerah Toraja Utara (Torut). Sebanyak 105 ekor babi bahkan dilaporkan mati mendadak.

“Dari catatan kami sudah ada kurang lebih 105 ekor babi yang mati mendadak diduga karena ASF ini. Tapi untuk kepastiannya belum karena kami baru kirim sampel di Dinas Peternakan Sulsel,” katanya, Selasa (16/5/2023).

Lukas mengutarakan virus tersebut mulai masuk di Toraja Utara pada akhir April 2023 lalu. Dia menyebutkan penyebaran virus tersebut berasal dari Tolai, Sulawesi Tengah (Sulteng), Luwu Timur dan Luwu Utara.

Demi mencegah penyebaran, Pemkab Torut melakukan penjagaan ketat dengan melarang babi dari luar daerah masuk ke Toraja Utara. Bahkan Dinas Peternakan Torut melarang penjualan babi di Pasar Hewan Bolu.

“Kita tutup juga pasar Hewan Bolu untuk babi, kalau kerbau tidak apa-apa. Ini virus tingkat penularannya sangat tinggi dan bisa menyebar lewat udara kepada babi. Apalagi beberapa kasus ASF yang kami dapatkan itu berada di kandang Pasar Hewan Bolu,” ucapnya.