RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Bagian pengelola program Human Immunodeficiency Virus (HIV) dari Dinas Kesehatan Jakarta Barat (Jakbar), Eti Supriati mempertanyakan tentang Peraturan Daerah (Perda) dalam penyitaan barang terhadap pengamen transpuan di jalanan ketika terjaring operasi penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum (trantibum).

Pasalnya, Eti banyak menerima informasi dari rekan pengamen jalanan khsusunya transpuan di sekitar wilayah Tambora , Jakarta Barat terkait hal tersebut.

Eti menyampaikan hal itu usai diskusi publik acara Kharisma yang bertajuk ‘Petemuan Multi Pemangku Kepentingan Tingkat Distrik Untuk Menanggapi Masalah Hak Asasi Yang Muncul’, Senin, 14 Agustus 2023.

“Banyak barang bukti mereka (Pengamen traspuan) di tahan.Waktu itu saya sempat mempertanyakan ke Satpol atau dinas sosial, tetapi sampai saat ini jawabannya gak jelas, di tahan gak dibalikin lagi,” ungkap Eti.

Padahal, kata Eti, alat musik yang mereka (Pengamen transpuan) gunakan untuk mengamen merupakan hak sewa. “Bukan punya mereka sendiri, Saya sudah wawancara yang punya kotak ngamennya. Pengamen sewa 15 ribu per hari,” ujar dia.

Pastinya, mereka (Pengamen traspuan) akan mengeluarkan uang ganti rugi atas penahanan atau penyitaan alat musik yang mereka sewa itu. “Tolong kalau si pengamen di lepas barang bukti (Alat musik) di kembalikan,” ucap Eti.

Sekalipun, kata dia, penyitaan barang milik pengamen merupakan bentuk penegakan Peraturan Daerah.Mestinya, harus ada dasar hukum yang dapat di tunjukan dan di sosialisasikan.

“Katanya ada di Perda, ternyata tidak ada, ternyata aturan atau tindakan penyitaan aturan hanya secara lisan.Harusnya setiap peraturan tertulis,” pungkas Eti.

Pada akhirnya, dia merasa cemas terhadap para pengamen yang mengalami tindakan itu, akan mempunyai pemikiran yang menimbulkan dampak negatif dari segi kesehatan.