MAKASSAR – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan (Kanwil Kemenkumham Sulsel), Kamis (01/9) bertempat di ruang rapat DivYankum, ikuti Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) secara daring, yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham RI.

Baca Juga : Irwil I Itjen Kemenkumham Kunjungi Lapas Makassar

Kegiatan ini diadakan sehubungan telah dilakukannya kick off RKUHP oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly pada tanggal 23 Agustus lalu, dalam hal penyebarluasan informasi secara serentak di seluruh wilayah untuk menciptakan kesepahaman masyarakat. Demi mewujudkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang terbuka dan obyektif.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI, Eddy O.S. Hiariej dalam pemaparannya mengatakan bahwa Kemenkumham memahami betul apa yang diinginkan oleh Presiden RI Joko Widodo bahwa partisipasi publik sangat dibutuhkan dalam pembentukan RKUHP.

“Sosialisasi RKUHP ini harus dilakukan secara masif, tidak hanya merupakan tugas dari Kemenkumham, tetapi ada Kementerian/Lembaga terkait yang harus ikut berperan aktif sehingga diharapkan informasi dapat cepat tersampaikan kepada masyarakat,” ujar Eddy.

Menurut Eddy, sejak awal RKUHP selalu mengakomodir keterlibatan publik. Adapun misi Pembaruan Hukum yang diusung dalam RKUHP Nasional yaitu : (1) Dekolonialisasi: Upaya menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP lama, yaitu mewujudkan Keadilan Korektif-Rehabilitatif-Restoratif, Tujuan & Pedoman Pemidanaan (Standard of Sentencing, & memuat alternatif Sanksi Pidana; (2) Demokratisasi: Pendemokrasian rumusan pasal tindak pidana RKUHP sesuai Konstitusi (Pasal 281 UUD 1945) & Pertimbangan Hukum dari Putusan MK atas pengujian pasal-pasal KUHP yang terkait; (3) Konsolidasi Penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian UU Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan Rekodifikasi (terbuka-terbatas); (4) Harmonisasi Sebagai bentuk adaptasi & keselarasan dalam merespon perkembangan hukum terkini, tanpa mengesampingkan hukum yang hidup (living law); dan (5) Modernisasi: filosofi pembalasan klasik (Dood-strafrecht) yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata dengan filosofi integrati (Dood-Doderstrafrecht-Slachtoffer) yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku dan korban kejahatan (pemberatan dan peringanan pidana).