PAREPARE – Janganlah orang mengira bahwa dasar kekeluargaan itu mengijinkan kita melanggar peraturan.

Kekeluargaan kita adalah sikap kita pada yang takluk kepada organisasi kita. Barang siapa dengan terang-terangan atau dengan sengaja mengabaikan, wajiblah kita memandang dia sebagai orang luaran. (Ki Hajar Dewantara, Aktivis Kemerdekaan Indonesia).

Kebesaran sebuah organisasi dapat dilihat dari proses dialektika dan dinamika yang sehat di dalamnya.

Jika dalam sebuah organisasi dinamika dan dialektika yang sehat tidak ditemukan, maka sudah pasti ada yang keliru di dalamnya.

Terlebih jika konstitusi sebuah organisasi telah di obok-obok. Maka yakinlah di sana tidak ada lagi kemewahan.

Benar kata bang Arif Rosyid, aktivis HMI era 2015. Organisasi adalah cerminan orang-orang yang berproses di dalamnya. Lalu jika fungsionaris sebuah organisasi tanpa rasa bersalah mengabaikan konstitusi organisasinya, maka apalagi kemewahan yang tersisa. Terlebih jika ia adalah seorang leader, maka tentu sangat memilukan.

Tak terbantahkan, HMI adalah organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia. Ratusan cabang terhampar dari sabang sampai merauke. Cabang Parepare salah satunya.

Periode Kepengurusan HMI cabang Parepare telah memasuki gerbang finish, ditandai dengan terselenggaranya Pleno III beberapa hari lalu, walaupun periodenya telah lama kadaluarsa.

Sidang Pleno III harusnya berjalan dengan khidmat dipenuhi taburan gagasan, sebagai acuan untuk melaksanakan konfercab HMI. Tapi tidak di HMI Cabang Parepare.

Prosesi sidang Pleno kemarin telah mencederai kemasyhuran HMI. Ia cacat secara administrasi kelembagaan dan cacat dalam segala hal.

Tidak adanya Steering Comite dan ketidakhadiran keseluruhan fungsionaris Cabang menjadi bukti yang autentik. Kecarut marutan Pleno III, ini adalah deretan fakta kakanda ketua HMI Cabang gagal total menjadi Nahkoda HMI Cabang Parepare.

Mulai dari masa jabatan yang sangat molor, Rangkap jabatan hingga Pemendingan sidang Pleno III HMI Cabang Parepare menjadi fakta kegagalannya sebagai nahkoda.