RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Muhammad Sirod, Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran menanggapi beberapa kejadian yang meramaikan jagat media sosial pada tahun 2023.

Sirod menuturkan, Ada dua kejadian beberapa hari ini yang meramaikan jagat media sosial, yaitu penangkapan pemeran video porno yang dilakukan oleh 11 orang karena mempertontonkan adegan asusila di media sosial dan seorang banci yang kembali menjadi seorang pria hanya karena usai menonton film siksa neraka garapan sutradara Anggy Umbara.

Sirod yang juga konsultan dan praktisi media sosial mengatakan, dirinya cukup memahami soal pengembangan pribadi dan kerohaniawan saat ini. Terutama bagaimana ia melihat fenomena yang menarik muncul ke tengah-tengah masyarakat kita.

“Semua berasal dari keluarga inti sih. Kita musti bangun keluarga yang kuat baik fisik, mental dan spiritual agar dapat menjaga anak, istri dan keturunan kita terjerembab pada hal-hal yang melawan fitrah manusia beradab.” Sirod memulai penjelasan.

Menurutnya, kemajuan peradaban saat ini juga punya ekses ikutan yang musti diantisipasi oleh para pemimpin keluarga, sebagai benteng paling awal unit masyarakat terkecil. Ia menyarankan para Ayah musti lebih banyak lagi ngobrol dan berinteraksi dengan anggota keluarganya. Menjadi saluran curhat dan curpik (curahan pikiran) anak istrinya sehingga setiap anggota keluarga merasa diwongke dan dikelola dengan baik.

“Tindakan-tindakan asusila dari sekelompok orang di media sosial awalnya kan mencari-cari perhatian. Gadis kesepian cari perhatian Jejaka, gara-gara butuh atensi maka apa aja dilakukan. Tools-nya mudah dan cepat sekarang ini, bentengnya cuma rasa malu dan keimanan seseorang” Ayah dari 3 orang anak yang juga lulusan pesantren ini melanjutkan.

Menurut Sirod, negara-negara yang disebut maju dan menjadi rujukan banyak orang hampir punya sisi kelam sekulerisme, karena hanya mengandalkan logic dan kekuatan politik yang ada. Sementara kaum cerdik pandai dan ulama-nya “ikut-ikutan” melacurkan diri terlalu jauh dalam adu kuat pengaruh politik praktis sehingga sulit mencari tokoh yang benar-benar intelektual dan dapat menengahi banyak kepentingan.