RAKYAT NEWS, JAKARTA – Direktur Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Khairi Wenda menegaskan entitas bisnis pemegang Persetujuan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), yang akan melakukan perdagangan karbon, diwajibkan mengikuti peraturan. Hal ini disampaikan di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam keterangan tertulis, Kamis (29/2/2024).

Hal itu berdasarakan, Perpres 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi Yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional, serta beberapa peraturan pelaksanaannya antara lain melalui PermenLHK 21/2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon, yang mengatur tata kelola perdagangan karbon di Indonesia.

“Bagi entitas bisnis pemegang PBPH yang tidak mentaati regulasi tersebut akan dikenakan sanksi,” imbaunya.

Lanjutnya, salah satu bentuk sanksi atas pelanggaran tersebut telah dilakukan pembekuan dan pencabutan izin konsesi kehutanan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Contohnya, antara lain pencabutan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.146/Menhut-II/2013 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam kepada PT. Rimba Raya Conservation atas Areal Hutan Produksi seluas + 36.331 Ha (Tiga Puluh Enam Ribu Tiga Ratus Tiga Puluh Satu Hektar) di Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah.

Dinyatakan olehnya, pencabutan tersebut disebabkan oleh karena PT. Rimba Raya Conservation selaku pemegang PBPH antara lain telah melakukan pemindahtanganan perizinan kepada pihak ketiga melalui tanpa persetujuan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melakukan transaksi perdagangan karbon lebih luas dari areal perizinan (PBPH) yang dimilikinya termasuk melanggar perjanjian kerja sama dengan Taman Nasional Tanjung Puting serta  PT Rimba Raya Conservation juga dinilai tidak membayarkan PNBP sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.