Pada BNSP, general untuk semua profesi. Bahan ujinya profesional profesi. Penyelenggara uji yaitu Lembaga Sertifikasi Profesi Pers, Perguruan Tinggi dan Tempat Uji Kompetensi yang ditunjuk. Pengujinya dari dari assessor pers (wartawan). Teknik ujinya yaitu, portofolio, observasi, interview dan unjuk kerja. Untuk pengujiannya dilakukan personal (SKW).

“Dari kedua fasilitator badan uji tadi, elemen kompetensi ada tiga yaitu, pertama, umum : memiliki wawasan sebagai wartawan, kedua yaitu inti elemen, bagaimana memahami tugas wartawan dan terakhir yaitu elemen khusus, dimana ini menyoal keahlian wartawan,” terang Fredrich Kuen yang juga asesor di DP serta BNSP ini.

“Seperti kita dengar pada diskusi chapter pertama Minggu lalu, ada orang yang bukan wartawan tetapi mengantongi kartu kompetensi, itu bukan kesalahan pada DP ataupun BNSP, akan tetapi kepada penyelenggara uji kompetensi dan pengujinya,” tegasnya.

“Untuk itu, apabila ada hal seperti ini, perlu peringatan keras kepada penguji dan penyelenggara uji, cabut izin pengujinya, vakumkan beberapa periode tertentu bagi penyelenggara uji dan bahkan kalau perlu cabut izin penyelenggara uji,” pungkas Ketua Umum DPP Jurnalis Milenial Bersatu Indonesia (JMBI) ini.

Sementara itu, penanggap diskusi dari Pusdiklat JOIN Nasional Zulkarnain Hamson, S.Sos., M.Si memberikan kata kunci yang menarik ketika menjawab soalan dari seorang akademisi Sulwan Dase.

Zulkarnain memberikan ungkapan menarik yaitu, media itu adalah jembatan dari ilmu pengetahuan.

“Ini sejalan dengan kata pak Sulwan dimana beliau mengatakan bahwa media adalah universitas yang paling universal dimana para pendidik itu mengajar di ruang-ruang kelas dan media atau jurnalis mengajar di ruang publik,” singkatnya.

Diskusi semakin menarik, karena wartawan senior sekaligus akademisi Dr. Yahya juga memberikan tanggapan terkait perkembangan media saat ini, dimana sellery bagi wartawan kadang tidak sesuai dengan kerja-kerja jurnalistik mereka.