MAKASSAR – Pernyataan Komisioner KPU Kota Makassar, Endang Sari yang mengatakan bahwa Pemecatan delapan PPS di Tamalate sudah sesuai prosedur dibantah keras oleh Kuasa Hukum eks PPS Tamalate, minggu(16/7/2023).

Sebelumnya, Komisioner KPU Kota Makassar, Endang Sari saat dihubungi awak media rakyat.news mengatakan bahwa rekomendasi Bawaslu dalam struktur penyelenggaraan pemilu harus ditindaklanjuti, KPU melakukan sesuai prosedur.

“Kami sudah melakukan sesuai prosedur, di mana kami menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan Bawaslu yang mana point rekemondasi tersebut adalah pemberhentian. Rekomendasi Bawaslu dalam struktur penyelenggaraan Pemilu harus ditindaklanjuti,” katanya.

Ia pun mengatakan bahwa ada dua poin rekomendasi Bawaslu Kota Makassar dan KPU mengikuti salahsatunya.

“Iya ada 2 point dan keputusan kami adalah tindaklanjut dr rekomendasi tersebut dengan mengikuti salah satu point yg ditekomendasikan bawaslu,” ungkapnya.

Ia pun menyampaikan bahwa segala tidakan tidak netral yang terbukti dilakukan tentu punya konsekuensi.

“Kami mengambil keputusan tersebut untuk memastikan bahwa sebagai penyelenggara pemilu harus berdiri di atas ideologi penyelenggara, memberikan perlakuan yang sama bagi seluruh peserta pemilu. Segala tidakan tidak netral yang terbukti dilakukan tentu punya konsekuensi,” katanya.

Kuasa Hukum eks delapan PPS Tamalate, Tri Sasro Amir membantah pernyataan Endang Sari selaku Komisioner KPU Kota Makassar.

“Apa yang disampaikan oleh Ibu Endang bahwa KPU Kota Makassar telah melakukan pemecatan/Pemberhentian PPS dalam masa jabatan sesuai dengan prosedural adalah informasi yang sesat. Bawaslu Kota Makassar, dalam hal ini memberikan rekomendasi kepada KPU Kota Makassar untuk menindak lanjuti sebagaimana peraturan perundang-undangan. Untuk itu, dalam pemberian Sanksi, KPU Kota Makassar wajib tunduk dan patuh terhadap PKPU 8 Tahun 2022 dan juga SKT KPU RI No. 337 Tahun 2020 sebagai pedoman dalam penjatuhan sanksi,” ungkpanya.

Rizal, salahsatu dari kuasa hukum menambahkan bahwa berdasarkan SKT KPU RI Nomor 337 Tahun 2020, KPU Makassar seharusnya membuka sidang kode etik.

“Sebelum dilakukan pemberian sanksi kepada PPS ketika ada temuan, laporan dan sebagainya, dalam hal ini adanya rekomendasi Bawaslu Kota Makassar, maka KPU berkewajiban membuka persidangan Kode Etik (vide BAB III-BAB V SKT KPU No. 337 Tahun 2020). Keluarnya rekomendasi Bawaslu membutuhkan pembuktian lebih lanjut dalam sidang kode etik dan tidak serta merta langsung begitusaja menerbitkan SK pemberhentian,” tegasnya.

Lebih lanjut dikatakannya, kami akan mengambil upaya-upaya hukum atas perbuatan dan sanksi yang dijatuhkan KPU Kota Makassar kepada kedelapan Klien kami.

“Kami akan tindak lanjuti, upaya hukum akan kami ajukan. Saat ini telah dilayangkan surat keberatan kepada KPU Kota Makassar dan kami sedang menyusun draft laporan serta pengaduan kepada DKPP. Dan juga kami akan layangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar. Sebab disini sangat jelas, bahwa perbuatan KPU Kota Makassar dalam menerbitkan keputusan pemberhentian itu melabrak norma hukum karena tidak sesuai dengan SKT KPU RI Nomor 337 tahun 2020 yang harusnya wajib dipedomani dan dijalankan oleh KPU,” tegasnya.