Selain itu, terdapat tiga segmentasi megathrust di Samudra Hindia bagian selatan Jawa, yaitu segmen Jawa Timur, segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan segmen Banten-Selat Sunda. Ketiga segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M 8.7, yang berarti zona megathrust tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan gempa besar.

Megathrust Akan Terjadi di Indonesia?

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa dikhawatirkan adanya “Seismic Gap” Megathrust Selat Sunda M 8.7 dan Megathrust Mentawai-Suberut M 8.9. Karena zona ini merupakan potensi sumber gempa namun belum mengalami gempa besar dalam ratusan tahun terakhir.

“Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata ‘tinggal menunggu waktu’, karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” jelas Daryono dalam keterangannya, Selasa (13/8/2024).

Data dari Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 mencatat bahwa segmen Megathrust Mentawai-Suberut dan Megathrust Selat Sunda terakhir kali mengalami gempa lebih dari ratusan tahun yang lalu.

Megathrust Selat Sunda, yang memiliki panjang 280 km dan lebar 200 km dengan pergeseran (slip rate) 4 cm per tahun, tercatat pernah mengalami gempa besar pada tahun 1699 dan 1780 dengan magnitudo 8.5.

Sementara Megathrust Mentawai-Siberut, yang memiliki panjang 200 km, lebar 200 km, dan slip rate 4 cm per tahun, pernah mengalami gempa dengan magnitudo 8.7 pada tahun 1797 dan magnitudo 8.9 pada tahun 1833.

Meskipun demikian, Daryono meminta masyarakat untuk tidak panik karena BMKG telah menyediakan sistem monitoring, prosesing, dan diseminasi informasi mengenai gempa bumi, serta peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat sebagai langkah antisipasi dan mitigasi.

BMKG telah dilengkapi dengan sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) yang dapat digunakan untuk menyebarluaskan informasi tentang gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh Indonesia.