RAKYAT NEWS, SURABAYA – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan tentang potensi gempa megathrust yang bisa terjadi di Indonesia. Gempa besar ini dapat menyebabkan tsunami dan diperkirakan akan terjadi di dua zona megathrust di Indonesia.

BMKG mengindikasikan keprihatinan ilmuwan Indonesia terhadap dua zona Megathrust, yaitu Megathrust Selat Sunda M 8.7 dan Megathrust Mentawai-Suberut M 8.9. Kedua zona megathrust ini dipantau karena telah lama tidak melepaskan energi besar.

Defenisi Gempa Megathrust

Gempa bumi megathrust adalah jenis gempa bumi yang berasal dari zona megathrust. Megathrust adalah bagian dangkal dari zona subduksi yang memiliki sudut kemiringan yang landai, seperti yang dijelaskan oleh BMKG.

Zona megathrust merupakan titik pertemuan antara lempeng tektonik Bumi yang berpotensi memicu gempa besar dan tsunami. Para ahli menduga bahwa megathrust bisa “pecah” secara periodik, dengan rentang waktu ratusan tahun.

Zona megathrust adalah terminologi yang merujuk pada zona subduksi lempeng Bumi yang sangat panjang namun relatif dangkal. Gempa megathrust terjadi akibat adanya tumpukan lempeng Bumi, di mana lempeng di bawah didorong oleh lempeng di atasnya.

Pada dasarnya, zona megathrust merupakan istilah untuk menggambarkan sumber gempa benturan lempeng di kedalaman dangkal. Ketika lempeng samudra menyelam di bawah lempeng benua, tekanan (stress) terbentuk di bidang kontak antar lempeng yang dapat memicu gempa secara tiba-tiba.

Ketika terjadi gempa, bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra dapat terdorong naik (thrusting), yang kemudian bisa memicu tsunami di laut.

Di Indonesia, terdapat tiga zona megathrust yang termasuk dalam zona subduksi aktif, yaitu subduksi Sunda yang mencakup wilayah seperti Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba. Selain itu, ada juga subduksi Banda, subduksi Lempeng Laut Maluku, subduksi Sulawesi, subduksi Lempeng Laut Filipina, dan subduksi Utara Papua.

Selain itu, terdapat tiga segmentasi megathrust di Samudra Hindia bagian selatan Jawa, yaitu segmen Jawa Timur, segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan segmen Banten-Selat Sunda. Ketiga segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M 8.7, yang berarti zona megathrust tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan gempa besar.

Megathrust Akan Terjadi di Indonesia?

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa dikhawatirkan adanya “Seismic Gap” Megathrust Selat Sunda M 8.7 dan Megathrust Mentawai-Suberut M 8.9. Karena zona ini merupakan potensi sumber gempa namun belum mengalami gempa besar dalam ratusan tahun terakhir.

“Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata ‘tinggal menunggu waktu’, karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” jelas Daryono dalam keterangannya, Selasa (13/8/2024).

Data dari Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 mencatat bahwa segmen Megathrust Mentawai-Suberut dan Megathrust Selat Sunda terakhir kali mengalami gempa lebih dari ratusan tahun yang lalu.

Megathrust Selat Sunda, yang memiliki panjang 280 km dan lebar 200 km dengan pergeseran (slip rate) 4 cm per tahun, tercatat pernah mengalami gempa besar pada tahun 1699 dan 1780 dengan magnitudo 8.5.

Sementara Megathrust Mentawai-Siberut, yang memiliki panjang 200 km, lebar 200 km, dan slip rate 4 cm per tahun, pernah mengalami gempa dengan magnitudo 8.7 pada tahun 1797 dan magnitudo 8.9 pada tahun 1833.

Meskipun demikian, Daryono meminta masyarakat untuk tidak panik karena BMKG telah menyediakan sistem monitoring, prosesing, dan diseminasi informasi mengenai gempa bumi, serta peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat sebagai langkah antisipasi dan mitigasi.

BMKG telah dilengkapi dengan sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) yang dapat digunakan untuk menyebarluaskan informasi tentang gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh Indonesia.

Selain itu, BMKG juga telah melakukan berbagai upaya mitigasi lainnya seperti memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, hingga evakuasi yang didasari oleh pemodelan tsunami. Upaya mitigasi ini telah disosialisasikan kepada instansi terkait, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, serta industri pantai dan infrastruktur kritis seperti pelabuhan dan bandara pantai.

“Kami berharap melalui upaya dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami tersebut bisa menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim,” pungkas Daryono.