Oleh : Saharuddin SH., MH
Dosen Universitas Ichsan

(Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin)

Tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Indonesia semakin mendekat dengan dimulainya pendaftaran calon kepala daerah pada 24-26 Agustus. Pilkada serentak kali ini akan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024, yang mengatur tahapan dan jadwal pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota. Berdasarkan ketentuan tersebut, pemungutan suara dijadwalkan berlangsung pada Minggu, 27 November 2024, sebagaimana diatur dalam Pasal 101 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Provinsi Sulawesi Selatan juga turut ambil bagian dalam Pilkada serentak ini. Sebanyak 11 kabupaten/kota di provinsi tersebut akan melaksanakan pemilihan untuk menentukan pemimpin daerah yang akan menjabat selama lima tahun ke depan.

Pemilihan kepala daerah (Pemilukada) selalu menjadi momen penting bagi setiap daerah. Ini adalah saat di mana masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin yang akan membawa perubahan dan pembangunan bagi daerah mereka. Namun, di balik semangat demokrasi yang menyertainya, pertanyaan yang selalu mengemuka adalah: Apakah Pemilukada merupakan amanah dari rakyat atau sekadar titipan dari kepentingan tertentu?

Dalam sistem demokrasi, Pemilukada idealnya adalah sebuah proses di mana rakyat memberikan amanah kepada calon kepala daerah yang dianggap paling mampu memimpin dan memperjuangkan kepentingan publik. Proses ini seharusnya murni mencerminkan aspirasi dan kehendak rakyat, tanpa adanya campur tangan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan tersembunyi. Namun, realitas politik sering kali berbicara lain.

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam banyak kasus, Pemilukada sering kali diwarnai oleh kepentingan elit politik, kelompok ekonomi, atau bahkan kekuatan luar daerah yang mencoba mempengaruhi hasil pemilihan. Fenomena “titipan” ini membuat proses demokrasi menjadi cacat, di mana calon kepala daerah yang dipilih bukanlah representasi murni dari kehendak rakyat, melainkan figur yang diangkat oleh kekuatan tertentu untuk mengamankan kepentingan mereka.