RAKYAT NEWS, JAKARTA – Saat proses pemilihan calon Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berlangsung, banyak kritik muncul terutama terkait dengan figur-figur yang memiliki catatan buruk yang berhasil lolos dalam seleksi tersebut.

Ada dua nama yang menjadi sorotan, yaitu Johanis Tanak dan Pahala Nainggolan.

Kedua calon ini pernah terlibat dalam dugaan pelanggaran etik selama menjabat. Menurut Kurnia Ramadhana dari Indonesia Corruption Watch (ICW), integritas calon seharusnya menjadi prioritas dalam proses seleksi ini.

“Sebenarnya, Panitia Seleksi (Pansel) memiliki banyak kanal informasi untuk menggali rekam jejak kandidat. Dewan Pengawas KPK bisa menjadi salah satu sumber valid,” kata Kurnia dalam keterangannya, seperti dikutip pada Rabu (11/9/2024).

Kurnia berpendapat bahwa Panitia Seleksi belum optimal dalam menggunakan informasi tersebut sehingga calon dengan catatan negatif masih dapat lolos seleksi.

Keputusan Panitia Seleksi ini menimbulkan kecaman dari masyarakat. Tanak, sebagai contoh, dianggap telah memimpin KPK pada masa ketika kepercayaan publik terhadap lembaga itu menurun.

“Tanak sering dikaitkan dengan kebijakan yang menimbulkan kegaduhan serta memperburuk citra lembaga. Jika dia kembali terpilih, apakah kita akan melihat hal serupa terulang?” ujar Kurnia.

Pertanyaan ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap keberhasilan kepemimpinan yang mampu memperbaiki citra KPK. Selain itu, ICW juga menyoroti kurangnya transparansi dalam penilaian integritas calon Komisioner.

“Proses seleksi seharusnya terbuka dan jelas, terutama terkait rekam jejak. Tanpa transparansi, sulit bagi publik untuk percaya pada hasil akhir seleksi,” ucap Kurnia.

Situasi ini menimbulkan spekulasi tentang metode penentuan calon oleh Panitia Seleksi. Beberapa pihak mempertanyakan apakah keputusan tersebut didasarkan pada pertimbangan politik atau tekanan dari pihak tertentu.

Meskipun tidak ada bukti yang mendukung spekulasi tersebut, masyarakat tetap menuntut adanya proses seleksi yang lebih terbuka. Kritik terhadap proses seleksi calon Komisioner KPK menunjukkan perlunya reformasi dalam mekanisme pemilihan tersebut.

Tanpa adanya perubahan yang mendasar, KPK berisiko kehilangan dukungan masyarakat. Panitia Seleksi diharapkan segera meningkatkan cara mereka mengumpulkan informasi mengenai kandidat agar seleksi berikutnya lebih akuntabel dan transparan.