RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membuka obstruction of justice dalam kasus Harun Masiku. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, yakin ada pihak yang dapat dijerat Pasal 21 UU Tipikor terkait hal tersebut.

“Jika KPK ingin memulai proses penyidikan, kami mendukung upaya tersebut. Sebab, mustahil Harun bisa bergerak sendiri tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak tertentu selama pelariannya empat tahun lebih,” ujar Kurnia, Minggu (21/7/2024), mengutip tempo.co.

Kurnia menjelaskan bahwa ICW melihat beberapa kelompok obstruction of justice yang bisa diusut oleh KPK, seperti pihak yang mengetahui keberadaan Harun namun tidak melaporkannya kepada KPK, pihak yang membiayai pelarian Harun, serta pihak yang membantu Harun melarikan diri, misalnya dengan menyediakan tempat persembunyian.

Lebih lanjut, Kurnia mengatakan bahwa menurut Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, pelaku tindak pidana tidak hanya mencakup orang yang melakukan tindakan tersebut, tetapi juga orang yang memberi perintah untuk melakukannya. Oleh karena itu, KPK tidak hanya bisa menuntut pihak yang secara langsung membantu Harun, tetapi juga orang yang memerintahkan bantuan tersebut.

Kurnia juga menyebutkan bahwa Penggunaan Pasal 21 UU Tipikor untuk mengusut kasus obstruction of justice bukan hal baru bagi KPK. Berdasarkan data dari lembaga tersebut, sejak 2012 hingga 2023, setidaknya ada 13 kasus yang melibatkan delik obstruction of justice. “Jadi, harusnya KPK tidak lagi ragu untuk mengusut upaya menghalang-halangi penangkapan Harun,” tutur dia.

Sebelumnya, KPK memutuskan untuk membuka obstruction of justice dalam kasus Harun Masiku setelah memeriksa saksi bernama Dona Berisa, istri dari Saeful Bahri yang merupakan mantan terpidana dalam kasus yang melibatkan Harun Masiku dan diduga menyuap anggota KPU.