Pekerja Rumah Tangga: Kehidupan yang Pelik di Lingkup Domestik
Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) mencatat, sebanyak 65 persen tindak kekerasan yang dialami para PRT adalah multikasus, mulai dari kekerasan yang menyerang fisik, ekonomi, psikologis, bahkan kekerasan seksual. Sementara untuk 35 persen lainnya, merupakan kasus perdagangan manusia atau human trafficking yang dilakukan oleh majikan dengan agen penyalur PRT.
Jam kerja yang panjang, tidak ada hari libur, tidak mendapat jaminan sosial, kesehatan, dan ketenagakerjaa, kemudian pekerjaan tidak terbatas, menjadikan PRT rentan dalam hal kerja-kerja domestik ini.
Pada tahun 2019, sebanyak 89% dari 668 PRT di Tujuh wilayah, tidak mendapat program Bantuan Sosial (Bansos), seperti KIS dan Program Keluarga Harapan (PKH). Padahal, dalam Pasal 28D Ayat 1 ditegaskan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Dan Pasal 28D Ayat 2, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”
Nawacita Presiden Jokowi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 hanyalah janji, kawan PRT masih ditinggalkan dalam pelaksanaannya, mereka masih dihantui rasa tidak aman, hak yang belum terpenuhi, kualitas hidup rendah karena belum diakui sebagai pekerja, RUU PPRT macet di meja DPR RI.
Jaminan kepastian yang mereka perjuangkan seharusnya bisa dilunaskan, mereka berhak berekspresi dan menyatakan pendapat. Hasil survei International Labour Organization (ILO) pada 2015 mencatat jumlah PRT di Indonesia sebanyak 4.269.126 jiwa, angka begitu besar untuk tidak mendapatkan perlindungan hukum.
Dengan disahkannya RUU PPRT, para PRT diakui sebagai pekerja dan akan mengubah perspektif masyarakat. Dengan adanya perjanjian tertulis, jam batasan kerja, hari libur, cuti, jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan, pendidikan, dan pelatihan yang semuanya diatur dalam RUU PPRT, membuat orang sekitar lebih menghargai keberadaan mereka dan mengapus pandangan bahwa mereka hanya pembantu dan abdi majikan.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan