Transisi Kekuasaan Suksesi Presidensialisme
Oleh: Ferry Tas, S.H., M.Hum., M.Si.
(Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Sulsel/Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Unhas)
Masa transisi kekuasaan Presiden ke-8 Prabowo Subianto telah memperlihatkan sosok kenegarawanan pemimpin bangsa, mencontohkan kepada publik bahwa seperti inilah seharusnya transisi kepemimpinan dilakukan. Jika memperhatikan beberapa hari sebelum pelantikan, saat Presiden Prabowo mengunjungi kediaman pribadi Presiden Jokowi di Solo. Pertemuan pemimpin bangsa menjadi sejarah baru dalam penyelenggaraan kenegaraan dan presidensialisme di indonesia. Teringat falsafah orang Minangkabau bahwa “biduak lalu kiambang batauik” yang berarti bahwa tanaman di atas air akan tersibak ketika dilewati perahu atau biduk, tetapi akan menyatu kembali setelah biduk itu lewat. Falsafah tersebut sejalan dengan pesan Presiden Prabowo bahwa seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak. Setelah riak-riak Pilpres dengan segala dinamika yang terjadi saatnya bersatu membangun negeri, nilai tersebut telah dilakukan oleh Presiden Prabowo dengan merangkul berbagai kalangan, bahkan yang berbeda saat Pilpres. Transisi kekuasaan kepada Presiden Prabowo menunjukkan preseden baik dalam kehidupan kenegaraan yang mengirimkan sinyal perekat persatuan dan kesatuan bangsa sebagai identitas bangsa indonesia dan menunjukkan pesan sosok negarawan sebagai nilai dari konstitusi UUD NRI 1945.
Negarawan dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah “statesman” atau “statepeople”. Sementara menurut kamus Merriam-Webster, negarawan (statesman) adalah orang yang berpengalaman/ahli mengenai prinsip-prinsip atau seni menjalankan pemerintahan (one versed in the principles or art of government); orang yang aktif mengelola pemerintahan dan membuat kebijakan-kebijakan (one actively engaged in conducting the business of a government or in shaping its policies); atau seorang negarawan mencakup pengalaman yang cukup, pengetahuan yang luas dan mendalam, kepribadian yang tidak tercela, serta komitmen mulia untuk bangsa dan negara, pemimpin politik yang arif atau bijak, cakap, dan terhormat (a wise, skillful, and respected political leader). Sosok negarawan menjadikan kekuasaan sebagai sarana memberikan kebaikan kepada seluruh rakyat indonesia, dan melindungi kehormatan kekuasaannya dari praktik yang dapat menguntungkan kepentingan pribadi, keluarga dan golongan tertentu. Hal tersebut sejalan dengan pesan Presiden Prabowo dalam pidato kenegaraannya, bahwa pemimpinlah yang harus melayani rakyat, bukan pemimpin yang malah dilayani. Pesan tersebut bermakna bahwa pemimpin dalam setiap tingkatan pemerintahan harus bekerja secara secara optimal dan semuanya dilakukan untuk kepentingan bangsa dan negara.
Tinggalkan Balasan