RAKYAT NEWS, JAKARTA – Calon gubernur Jakarta nomor urut 2 Dharma Pongrekun kembali menyoroti isu pandemi COVID-19. Dharma menunjukkan sikap skeptisnya terhadap keberadaan penyakit yang telah memakan banyak korban di Indonesia.

“Seandainya saya menjadi seorang gubernur jijik saya kalau saya bodoh, jijik saya kalau saya pengecut, jijik saya kalau saya penghianat, maksudnya apa? Kalau ada sesuatu peristiwa yang demikian alangkah baiknya kalau kita mengambil, mengajak tim independen untuk meneliti data yang ada,” kata Dharma di debat kedua Pilgub Jakarta, Minggu (27/10/2024).

“Apakah betul-betul ini isu kesehatan atau agenda politik global, bayangkan baru ditemukan virusnya bulan Desember 12 hari kemudian sudah ditentukan,” sambungnya.

Selain itu, Dharma juga menyoroti ketidakjelasan terkait alat diagnosis COVID-19.

“Lalu alat diagnosanya sangat sumir dan tidak diperuntukkan untuk itu, itu adalah ciptaan Dokter Kary Mullis yang mendapatkan Piala Nobel tahun 1984,” tutur dia.

Pada debat perdana calon Gubernur Jakarta, Dharma Pongrekun menciptakan kontroversi setelah mengemukakan pendapat bahwa pandemi merupakan agenda tersembunyi dari pihak asing untuk menguasai negara.

Selain itu, ia juga menyebut bahwa alat tes swab atau Polymerase Chain Reaction (PCR) bukanlah alat untuk mendeteksi virus COVID-19.

“Bahkan banyak dari antara kita yang tidak paham bahwa PCR yang dipakai selama ini boleh diuji itu bukan untuk men-test virus. Jadi itu hanya untuk mengecek acid dosis dan kenapa harus dicolok-colok, kenapa tidak ambil dari ludah, kalau memang mau ngetes virus,” imbuh Dharma.