“Kejahatan fiktif,” ujar Netanyahu lagi membela diri.

“Kejahatan perang yang sebenarnya, kejahatan perang yang mengerikan yang dilakukan terhadap kami dan terhadap banyak orang lain di seluruh dunia,” klaimnya.

Netanyahu juga menyamakan keputusan ICC dengan “pengadilan Dreyfus era modern”, merujuk pada kasus kontroversial abad ke-19 di mana seorang tentara Yahudi Prancis dituduh secara tidak adil atas pengkhianatan.

“Menolak dengan jijik tindakan dan tuduhan yang tidak masuk akal dan salah yang dibuat terhadapnya,” sesumbarnya lagi.

“Para hakim didorong oleh kebencian anti-Semit terhadap Israel,” tudingnya.

Di dalam Israel, Presiden Israel Isaac Herzog menyebut keputusan ini sebagai “hari kelam untuk keadilan”. Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, menyatakan bahwa ICC telah kehilangan legitimasinya.

Sementara itu, pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, mengkritik surat perintah penangkapan itu dan menuduh pengadilan memberikan “penghargaan kepada terorisme”.

Yoav Gallant, mantan menteri pertahanan, menyebut upaya penangkapan tersebut sebagai preseden berbahaya. Ia menegaskan bahwa Israel dan Hamas tidak bisa ditempatkan pada barisan yang sama.

“Keputusan pengadilan di Den Haag akan diingat selamanya — menempatkan Negara Israel dan para pemimpin Hamas yang kejam di baris yang sama,” tulisnya di X.

“Keputusan tersebut merupakan preseden berbahaya terhadap hak untuk membela diri dan perang etis serta mendorong terorisme yang mematikan,” ujarnya.

Meskipun demikian, beberapa kelompok hak asasi manusia di Israel mendukung keputusan ini.