RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Andi Amran Sulaiman menjadi sosok menteri paling fenomenal di Kabinet Merah Putih. Dia membuat kaget semua orang karena sikap tegasnya yang tidak bisa kompromi dengan perilaku korupsi.

Apalagi jika itu terjadi di lingkungan kerja yang dipimpinnya, yaitu Kementerian Pertanian (Kementan). Andi Amran bahkan tidak akan segan untuk mencopot para pejabatnya yang terlibat.

Ketegasan Andi Amran yang menyatakan perang terhadap korupsi terbentuk dari beratnya perjuangan hidup yang telah ia lalui. Sebuah kisah tentang anak desa yang sukses melepaskan diri dari nasib hidup miskin.

Amran lahir di sebuah desa terpencil di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Sejak kecil, ia memang hidup sangat kekurangan karena Ayahnya hanya seorang Babinsa berpenghasilan kecil yang harus menghidupi 12 anak.

Situasi tersebut lantas memaksa Amran harus bekerja menghasilkan uang sejak ia masih kecil. Umur Amran ketika itu masih sembilan tahun, tetapi dia sudah bekerja serabutan mulai dari memecah batu, menggali sumur, mengembala sapi, menjual ikan, dan lain sebagainya.

Pekerjaan itu dilakoninya karena sadar bahwa orang tuanya sangat kekurangan, bahkan untuk membayar sekolahnya saja kesulitan.

Hingga pada akhirnya, Amran kecil tumbuh menjadi remaja dan berhasil masuk kuliah di Jurusan Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

“Kami ingat waktu itu tahun 1989, kuliah hidup pas-pasan, tidur di kos-kosan, saya katakan dalam hati bagaimana saya harus menjadi orang berhasil,” ujar Amran dalam program Kick Andy di Metro TV.

Semasa kuliah, Amran tidak pernah sekalipun berpikir nantinya bisa bekerja di instansi milik pemerintah. Ia ketika itu sadar bahwa dirinya bukan berasal dari keluarga pejabat, hanya dari desa, sehingga dipikirnya akan sulit untuk masuk ke sana.

Makanya, Amran justru berpikir bagaimana membangun suatu usaha yang tidak jauh dari latarbelakang keilmuannya. Dari cerita ini lah kemudian menjadi cikal bakal produk pestisida bernama TIRAN (Tikus Mati Diracun Amran) tercipta.

Amran menceritakan, awal mula formula racun tikus ia ciptakan berangkat dari situasi Indonesia yang kala itu pertaniannya menghadapi serangan hama yang luar biasa. Ia yang ikut merasakan penderitaan para petani lalu berpikir bagaimana harus membantu mereka.

Hal itu bulat ditanamkan Amran dalam dirinya tanpa memikirkan nasib sendiri yang sebenarnya juga sangat menderita.

“Kami waktu itu berpikir bahwa kami harus menemukan sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak. Pertama meneliti pupuk, kami ingin pupuk yang kami mau buat bisa bikin tanaman berbuah tanpa musim setiap hari. Sekarang sudah ada yang temukan, tapi waktu itu mahal biayanya, jadi kami tidak sanggup. Kedua teliti masalah mangga, pupuk kemudian biogas, semua kami tidak bisa lanjutkan karena biayanya mahal,” ungkap Amran.

“Setelahnya baru kami teliti racun tikus selama tiga tahun, karena kami pikir ini yang paling murah, dari masuk sampai selesai kuliah, akhirnya kami sudah dapat formulanya,” sambungnya.

Hal yang menarik, dikatakan Amran, adalah cerita setelah formula racun tikusnya ditemukan. Amran mengaku sudah tidak punya modal untuk melakukan pengembangan.

Alhasil, pestisida tersebut terpaksa harus dijual keliling dengan Rp100 rupiah. Namun sayangnya, dijual keliling dengan berjalan kaki pun ternyata tidak ada yang membeli.

Dari situ, harga lalu diturunkan menjadi Rp50 rupiah. Lagi-lagi, bukannya laku, Amran justru harus rugi karena tenaganya begitu terkuras.

Hampir putus asa, Amran pun memutuskan untuk memberikannya secara gratis. Namun, itu justru membuat takut para petani.

“Kami keliling jalan kaki jual 100 rupiah per biji enggak laku, aku turunkan 50 rupiah juga tidak laku, aku kasih gratis tambah takut orang, ini produk apa kan,” ucapnya.

Singkat cerita, Amran yang tidak mengenal lelah untuk terus berusaha mengembangkan racun tikus miliknya akhirnya berhasil. Hanya dengan modal Rp500 ribu dari pinjaman bank dan tekad besarnya ia berangkat ke Jakarta.

Perjuangannya itu pun membuahkan hasil ljar biasa, dimana produk dengan nama TIRAN itu akhirnya bisa digunakan oleh 2,5 juta petani di Indonesia. Bahkan bisa diekspor ke Jepang, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan beberapa negara lain.

Berlanjut soal ketegasan Amran dalam memerangi korupsi di lingkungan Kementan. Menurut pria kelahiran 27 April 1968 itu, sebenarnya sikapnya baru ia sadari betul setelah dirinya bekerja di salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Amrang mengatakan, dia bekerja di sana hampir sekitar 15 tahun lamanya, kemudian baru benar-benar menjadi pengusaha setelah resign, dan lanjut terjun ke dunia pendidikan menjadi seorang dosen.

Amran resign dari BUMN bukan tanpa alasan. Apalagi dirinya sudah berada di puncak karir kala itu karena menjabat sebagai kepala logistik.

Keputusannya tersebut didasari karena dipaksa oleh seorang pimpinan untuk melakukan mark-up namun dirinya menolak.

“Pernah suatu saat kami ditekan untuk mark up pengadaan pupuk waktu itu nilainya Rp74 miliar, seharusnya harga pupuk itu Rp34 miliar, tapi saya katakan tidak, meskipun tahu kalau waktu itu kami sudah posisi puncak jabatan BUMN,” ucapnya.

Ketika itu, Amran dengan tegas mengatakan kalau mark up harus tetap dia lakukan, maka ia memilih untuk lebih baik keluar.

“Saya katakan kalau ini dilanjutkan kami pilih keluar, (yang menekan) pimpinan internal, terus ada yang dari Jakarta. Saya katakan ini tidak boleh kita lakukan. Dan akhirnya kami tetap bertahan lelang sesuai dengan keinginan kami, kemudian kami dimutasi, saya tidak tahu apakah hubungannya dengan ini,” bebernya.

Mutasi bagi Amran sebenarnya tidak masalah, hanya saja dia merasa bahwa lingkungan kerjanya sudah tidak sehat ketika kejadian mark up itu dialaminya. Untuk itu, setahun setelahnya, ia putuskan untuk risegn alias keluar.

Menurut Amran, keputusannya untuk keluar karena merasa prinsip yang ditanamkan ayahnya kepada dia tidak sejalan dengan lingkungan kerjanya itu.

“Satu tahun kemudian kami resign, kami katakan ini tidak sejalan dengan petuah-petuah ayah saya bahwa jangan makan haknya orang lain,” tegasnya.

Amran mengungkapkan, apa yang terjadi dulu sangat berbanding terbalik dengan kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang dilihatnya tegas ingin memberantas korupsi di Indonesia. Hal itu dirasakannya sangat sesuai dengan apa yang menjadi pesan sang ayah.

“Berdeda dengan sekarang, kami anggap luar biasa Bapak Presiden, beliau tegaskan berantas korupsi tidak boleh kompromi pada mafia. Ini luar biasa pesan beliau dan saya sudah beritahu semua teman-teman kalau anda melakukan yang tidak terpuji korupsi, kolusi, pasti kami tindak. Yang tindak bukan saya, tapi sistem. Anda bersalah, harus dihukum,” ungkapnya.

Atas dasar keinginan presiden dan sikap yang memang telah ditanamkan oleh Amran pada dirinya sejak dulu, ia pun tak segan untuk mencopot sejumlah pejabat di Kementan.

Pekan lalu, menteri Amran mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan 11 pejabat Kementan dan memblacklist empat perusahaan pupuk yang terbukti mengedarkan pupuk palsu.

Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya memberantas praktik korupsi dan mafia di sektor pertanian, sekaligus melindungi petani dari kerugian besar.

“Jadi di sini baru saja ada 11 orang kami nonaktifkan ini eselon 2 dan 3 tepatnya,” beber dia.

Apa yang dilakukan Amran tersebut dinilai sangat berani, terlebih di tengah banyak menteri yang kabarnya selalu berusaha untuk menutupi borok atau kesalahan di kementeriannya agar tidak merasakan malu.

Hal itu, ditanggapi Amran, dengan alasan kalau dia, tidak akan seperti itu, karena bagi dia justru lebih memalukan lagi kalau tidak jujur atas kesalahan yang terjadi.

“Justru kita malu di depan Tuhan kalau kita melakukan pembiaran. Kalau melakukan pembiaran sama dengan beternak kejahatan, kapan negeri ini bisa maju, nggak mungkin maju, ini bisa negara kita menjadi (goyang) poco-poco tahu apa itu, maju dua langkah mundur dua langkah, tidak keman-mana,” ucapnya.

“Kita harus berani melakukan. Kita sayang generasi kita, kita jangan ego hidup kita palingan lima tahun selesai, tapi ada generasi kita menunggu ingin melanjutkan perjuangan ini dan kita nanti disesali generasi kita kalau kita tidak lakukan,” tegas dia lagi.

Kebanyakan orang mungkin akan menganggap sikap Amran ini aneh di tengah krisis moral yang melanda para pejabat negeri. Namun, Amran menegaskan, jika itu benar, biarlah dirinya menjadi aneh sendiri.

“Karena justru kami akan tertekan kalau melihat kedzaliman, kami melihat korupsi, kami melihat bermain-main, tapi kami tidak ambil tindakan kalau dibawa kewenangan kami. Karena itu nanti dipertanggungjawabkan, ini bukan pengadilan terakhir, di dunia. Ada pengadilan berikutnya dan pasti itu mutlak semua agama ada pengadilan yang menunggu nanti dan itu lebih pedih,” ucapnya.

“Jadi apa yang kami bisa lakukan untuk republik ini, apa yang kami bisa lakukan untuk rakyat, apa yang kami bisa lakukan untuk Petani Indonesia, kami lakukan sekuat tenaga kalaupun resikonya aku tahu itu berat,” pungkasnya.