JAKARTA – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) berharap rekam medis tiga anak yang diduga menjadi korban kekerasan seksual di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, dijadikan bukti oleh kepolisian.

Hal tersebut disampaikan Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah saat jumpa pers, Senin (18/10).

Baca Juga : Kasus Anak di Luwu Timur, Polisi Buat Laporan Model A

Jika kepolisian hanya berpedoman pada hasil visum et repertum (VeR) dan visum et repertum psikiatrum (VeRP), maka akan menyulitkan korban mendapatkan keadilan.

Hasil rekam medis terhadap korban lewat pemeriksaan dokter secara mandiri menunjukkan diagnosa ada peradangan pada jaringan anus dan vagina para korban.

“Seharusnya keterangan-keterangan dan informasi-informasi ini dioptimalkan sehingga ini bisa lebih terang kasusnya,” katanya.

Selain itu, Komnas Perempuan juga mendorong pihak kepolisian memanggil dokter yang mengeluarkan rekam medis itu dan menjadikannya sebagai sumber keterangan ahli serta menjadikan hasil pemeriksaan P2TP2A Sulawesi Selatan terhadap kondisi psikologis tiga korban sebagai barang bukti.

Menurutnya, hasil pemeriksaan P2TP2A Sulawesi Selatan di Makassar menunjukkan tiga korban memberi keterangan yang konsisten dan saling menguatkan terkait mereka mengalami kekerasan seksual oleh ayah mereka dan dua orang lainnya.

“Tidak optimalnya pengumpulan barang bukti dan alat bukti ini mengakibatkan keputusan penghentian penyelidikan dipertanyakan oleh ibu korban dan tim kuasa hukum,” kata Siti Aminah.

Siti Aminah menegaskan pembuktian kasus yag terpaku pada aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kerap menyulitkan korban kekerasan seksual termasuk tiga anak di Luwu Timur untuk mendapatkan keadilan.

“Sistem pembuktian tidak berpihak pada korban, termasuk misalnya keterangan saksi. Hal lain yang harus dilihat terkait dengan hasil pemeriksaaan terhadap korban itu dijadikan dasar penghentian penyelidikan,” paparnya.

Hasil visum yang diperoleh kepolisian menunjukkan tidak ada kerusakan pada alat kelamin dan dubur anus korban.

“Yang utama rekam medis dokter yang merawat anak-anak tidak dijadikan barang bukti. (Hasil pemeriksaan) dokter tidak dijadikan (keterangan ahli) karena sangat berbeda posisi rekam medis dan visum,” kata Siti Aminah.

Walaupun demikian, ia menyadari rekam medis dalam proses penyedikan dan oembuktian kasus jika merujuk pada aturan perundang-undangan hanya bersifat sebagai penunjuk, sementara hasil visum punya kedudukan hukum yang lebih kuat.

Hasil visum terhadap korban tidak dapat diandalkan karena pemeriksaan VeR dan VeRP dilakukan tidak segera setelahperistiwa dilaporkan.

“Hasil VeR dan VeRP seharusnya dilakukan dalam tempo secepatnya. Apabila terlambat beberapa hari atau dimintakan pemeriksaan ulang hasil VeR dan VeRP bisa berbeda atau tidak relevan,” terangnya.

Sementara itu, Polri membuat laporan A untuk melakukan penyelidikan duduk perkara kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan, mengatakan laporan model A adalah laporan polisi yang dibuat oleh petugas kepolisian dengan waktu berbeda dengan laporan yang dibuat oleh ibu korban tanggal 9 Oktober 2021.

Ramadhan menjelaskan laporan polisi model A ini sebagai bentuk respon kepolisian atas pengaduan masyarakat yang dibuat pada tanggal 12 Oktober 2021.

“Saya tidak mengatakan dibuka kembali. Tapi, polisi mengeluarkan laporan polisi model A, melakukan penyelidikan,” ucapnya.

Tujuan laporan ini untuk memastikan duduk perkara yang sebenarnya dengan tempus (waktu) yang diselidiki adalah 25-21 Oktober 2019.

Laporan yang sebelumnya dibuat oleh ibu korban berinisial BS pada tanggal 9 Oktober 2019 di mana penyelidikan menyatakan penghentian penyelidikan sesuai prosedur karena berdasarkan hasil visum tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan pada alat kelamin maupun dubur ketiga anak korban.

Sehingga setelah gelar perkara, hasilnya penyelidikan dihentikan dengan diperkuat dua hasil visum tanggal 9 Oktober 2019 dan 24 Oktober 2019.

Sementara itu, hasil Asistensi dan Supervisi Tim Bareskrim Polri tanggal 11 Oktober 2021 diperoleh informasi ibu korban melakukan pemeriksaan medis terhadap ketiga anaknya pada tanggal 31 Oktober 2021 di Rumah Sakit Vale Sorowako dengan keterangan dokter yang menangani mengatakan ada kelainan pada korban.

Penyidik akan mendalami peristiwa pada waktu mulai tanggal 25 Oktober-31 Oktober 2019 tersebut.