RAKYAT.NEWS, MAKASSAROmbudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan (Sulsel) mendukung upaya Pemkot Makassar untuk melakukan evaluasi terkait banyaknya siswa yang datanya tidak terdaftar Data Pokok Pendidikan (DAPODIK).

Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Sulsel, Aswiwin Sirua, mengungkapkan bahwa pihaknya mendukung penuh upaya evaluasi dari Pemkot Makassar untuk memperbaiki sistem PPDB dan pengelolaan DAPODIK.

“Kami mendukung penuh upaya evaluasi yang dilakukan Pemkot Makassar untuk memperbaiki sistem PPDB dan pengelolaan Dapodik,” kata Aswiwin dalam keterangan tertulisnya.

Aswiwin kemudian menegaskan, bahwa jika tidak segera diatasi, permasalahan ini akan berdampak panjang bagi siswa.

Konsekuensi itu misalnya sampai saat ini para siswa yang tidak terdata hanya menggunakan rapor manual, para siswa juga tidak bisa mendapat ijazah sehingga saat mendaftar ke jenjang SMA, data siswa tidak akan muncul di Dapodik.

Dari sisi sekolah, kelebihan ini tidak mendapat dana BOS dan malah menambah beban kerja guru untuk mengajar dan semua administrasi Pendidikan.

Untuk itu, Ombudsman mengapresiasi upaya Walikota Makassar, Danny Pomanto, dan Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Pendidikan Makassar, Nielma Palamba, dalam mengatasi permasalahan ini.

“Kami juga akan segera berkoodinasi dengan Ombudsan RI Pusat maupun Kementerian Dikdasmen untuk mendapatkan solusi taktis untuk memastikan hak-hak siswa tetap terlindungi,” ujar Aswiwin.

“Dalam waktu dekat kami juga akan segera menyampaikan hasil pemeriksaan secara utuh untuk memberikan masukan dan penekanan untuk pelaksnaan PPDB tahun 2025 ini,” lanjutnya.

TEMUAN PENTING OMBUDSMAN SULSEL

Sebelumnya, Ombudsman RI berupaya untuk melakukan penyelidikan masalah di 16 sekolah menengah pertama (SMP) di Makassar yang mungkin tidak akan terdaftar di DAPODIK karena menjadi perhatian publik beberapa hari ini.

“Kami sejalan dengan Pemerintah Kota Makassar yang ingin menelusuri pangkal sebab masalah ini. Untuk itu, kami melakukan pemeriksaan komperhensif ke 16 sekolah yang terdata memiliki siswa yang tidak terdaftar Dapodik,” ujar Aswiwin.

Dalam temuan sementaranya, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Sulsel, Aswiwin Sirua, mengungkapkan jika pihaknya menemukan beberapa masalah serius mulai dari proses penerimaan siswa baru hingga pengelolaan data siswa di Kota Makassar.

Berdasarkan pemeriksaan lapangan yang telah dilakukan sejak Selasa 21 Januari 2025 hingga hari ini, Tim Ombudsman menemukan bahwa permasalahan ini terjadi akibat pelaksanaan jalur penerimaan siswa baru yang tidak sesuai Juknis PPDB dan banyaknya tekanan dari pihak eksternal yang ingin memaksakan peserta didik ke sekolah-sekolah tertentu.

“Sampai hari ini kami telah melakukan pemeriksaan ke 12 sekolah. Di beberapa sekolah, seperti SMP Negeri 8 Makassar dan SMP Negeri 6 Makassar, ditemukan adanya kelebihan kapasitas siswa dalam  kelas yang tidak sesuai standar rombongan belajar, yakni 32 orang per rombel. Bahkan, beberapa kelas menampung hingga 40-50 siswa, jauh melampaui batas ideal,” jelas Aswiwin.

Tim Ombudsman mendapati bahwa penggunaan “Jalur Solusi,” yang tidak tercantum dalam juknis PPDB, menjadi penyebab utama masalah ini. Jalur tersebut digunakan untuk menampung siswa di luar jalur resmi (zonasi, afirmasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua/wali).

Jalur Solusi ini tidak sesuai dengan ketentuan Keputusan Sekretaris Jenderal Kemenrisetdikti RI Nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.

Akibatnya, banyak siswa yang diterima melalui jalur ini tidak terdaftar dalam DAPODIK, sehingga mereka terancam kehilangan hak untuk mendapatkan rapor elektronik dan ijazah.

“Jalur Solusi sampai saat ini memang tidak memiliki dasar hukum, syarat, mekanisme, hingga konsekuensi yang jelas. Semangat awal dari Pak Walikota Makassar agar tidak ada anak yang tidak bersekolah, menjadi kontraproduktif dengan kenyataan bahwa malah terdapat beberapa sekolah negeri yang daya tampungnya bahkan belum tercukupi,” tambah Aswiwin.

Dari temuan Ombudsman faktor lain yang memperburuk situasi adalah tekanan dari orang tua siswa, intervensi atasan, dan tekanan pihak-pihak eksternal yang memiliki akses untuk ‘menitipkan’ peserta didik meski sudah melebihi kapasitas rombelnya.

“Di sekolah-sekolah yang selama ini masih dianggap favorit seperti SMP 1, SMP 6 dan SMP 8, misalnya, jumlahnya mencapai 186, 166 dan 171 siswa yang akhirnya tidak terdaftar. Siswa yang tidak terdaftar dalam Dapodik tidak hanya kehilangan hak administratif, tetapi juga menghadapi ancaman serius terhadap kelangsungan pendidikan mereka,” tutup Aswiwin.