Dampak Kebijakan American First : Ancam Ekspor dan Ekonomi Indonesia
Menurut data dari Tax Foundation, skema tarif 10 persen dapat meningkatkan pendapatan AS hingga 2 triliun dolar AS, sementara skema tarif 20 persen dapat menghasilkan 3,3 triliun dolar AS selama tahun 2025-2034.
Namun, peningkatan pendapatan tersebut membawa konsekuensi negatif berupa eskalasi perang dagang yang dapat memicu respons balik dari negara-negara mitra dagang AS.
Korea Selatan, sebagai contoh, telah menyediakan dana sebesar 10 triliun won untuk menjaga stabilitas rantai pasokan domestiknya sebagai upaya antisipatif.
Langkah serupa juga diambil oleh negara lain untuk melindungi ekonomi mereka dari dampak kebijakan proteksionisme AS.
“Kebijakan moneter global saat ini cenderung menahan suku bunga dalam posisi konstan atau dinamis dalam rentang terbatas. Hal ini dilakukan sembari menunggu realisasi penuh dari kebijakan-kebijakan sensasional yang direncanakan oleh Presiden Trump,” kata Masyita.
Tekanan-tekanan yang dilancarkan AS melalui kebijakan proteksionisme itu, lanjutnya, adalah bagian dari strategi agresif untuk memastikan posisi utama AS dalam perekonomian global.
Tekanan tersebut merupakan bagian dari strategi agresif AS untuk mempertahankan posisinya dalam perekonomian global, meskipun berpotensi menambah pendapatan negara secara singkat tetapi berisiko menciptakan ketegangan internasional yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi global.
“Negara-negara mitra dagang AS diprediksi akan terus meningkatkan langkah-langkah perlindungan ekonomi domestik mereka untuk menghadapi kebijakan tersebut,” ujar Masyita.
Dengan mengalihkan fokusnya pada meningkatkan konsumsi dalam negeri dan diversifikasi ekspor ke negara-negara lain yang berpotensi, Indonesia dapat mengurangi risiko dari kebijakan proteksionisme AS.
Masyita menekankan pentingnya bagi pemerintah Indonesia untuk mendorong inovasi di sektor industri dan mempercepat reformasi birokrasi guna meningkatkan daya saing produk lokal.
“Pemerintah Indonesia perlu mendorong inovasi di sektor industri dan mempercepat reformasi birokrasi untuk meningkatkan daya saing produk lokal,” kata Masyita.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan