Misalnya, sebut Ichsan, Pemerintah nasional hanya memberikan bantuan dalam bentuk proyek. Seperti dalam pembatasan murid di kelas, pemerintah nasional bertanggungjawab merekrut atau mengadakan guru tambahan, agar proses belajar-mengajar bisa lebih maksimal.

Lainnya, pemerintah nasional juga membantu mengadakan guru bagi siswa pendatang dari luar Finlandia. Di semua provinsi, tidak ada sekolah swasta.
Tak kalah pentingnya, setiap sekolah di Finlandia wajib ada psikolog, perawat, suster, serta pembimbing konseling. Setiap kelas, maksimal siswanya 25 orang.
Satu mata pelajaran di kelas, ada dua guru serta satu guru magang yang praktik langsung.

Sementara jam istirahat, semua siswa diberikan makan siang secara gratis. Begitu juga, siswa disediakan transportasi antar-jemput, meski jarak rumah ke sekolah tergolong jauh maksimal 50 kilometer.

“Keberpihakan pemerintah juga terlihat soal undang-undang yang diberlakukan, yakni mewajibkan semua anak umur 7 sampai 16 tahun untuk menikmati pendidikan dasar,” kata IYL terkait hasil penelitiannya.

Dari hasil penelitian ini, lanjut dia, tentu menjadi catatan tersendiri, bahwa menciptakan kualitas sumber daya manusia dibutuhkan keseriusan dan keberpihakan pemerintah.

“Kita harus mengakui, kualitas pendidikan kita masih kalah dari standar yang diterapkan di beberapa negara, terutama dengan Finlandia. Tetapi kita tak boleh patah arang.Kita harus berbenah mengejar ketertinggalan. Dan jangan pernah malu untuk terus belajar.Sepanjang ada niat tulus dan keseriusan memperbaiki kualitas pendidikan kita, maka tak ada istilah terlambat. Untuk generasi muda dan pelanjut negeri, kita tak boleh berdiam diri,” paparnya.

Ia menambahkan, saat ini mungkin kita masih tertinggal, tetapi untuk masa yang akan datang kita wajib pastikan sudah setara kualitasnya dengan negara-negara lain, termasuk Finlandia. Sebab baginya kita punya modal untuk itu. (*)