Gerakan Mahasiswa Dibungkam: Kasus Skorsing Alhaidi di PTUN Makassar
RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar mengungkap indikasi kuat bahwa sanksi skorsing terhadap Alhaidi bukan sekadar persoalan administratif, tetapi bagian dari upaya kampus membungkam gerakan kritis mahasiswa.
Sidang yang menghadirkan dua saksi dari pihak tergugat, yakni Wakil Dekan 3 FTK, Ridwan Idris, dan Ketua Prodi PIAUD, Eka Damayanti, justru membuka fakta bahwa laporan terhadap Alhaidi dilandasi oleh kepentingan tertentu. Kamis (13/3/2025).
Ridwan Idris, yang melaporkan Alhaidi atas dugaan menghalangi jalan saat demonstrasi 5 Agustus 2024, mengaku bahwa pelaporan tersebut dilakukan atas instruksi Rektor UIN Alauddin, Hamdan Juhannis. Bahkan, ia tidak pernah membaca Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Saya tidak pernah baca aturan itu, saya melaporkan mahasiswa karena instruksi dari Rektor,” ungkap Ridwan dalam persidangan.
Mahasiswa yang melakukan aksi pada 5 Agustus 2024 memprotes Surat Edaran 2591 yang dinilai membatasi kebebasan akademik. Tuduhan bahwa aksi tersebut menghalangi jalan dan mengganggu acara pernikahan anak Wakil Dekan 3 Fakultas Syariah dan Hukum, Rahmatiah, terbantahkan dalam sidang. Ridwan sendiri mengakui bahwa aksi tersebut segera dibubarkan secara paksa oleh kepolisian dan Wakil Rektor 3 UIN Alauddin tanpa negosiasi terlebih dahulu.
Tak hanya itu, dugaan kriminalisasi terhadap Alhaidi semakin menguat ketika dalam persidangan juga mencuat fakta bahwa kampus kembali mencoba menjatuhkan sanksi baru terhadap Alhaidi dengan tuduhan pemalsuan berkas Kuliah Kerja Nyata (KKN). Namun, dalam persidangan, Ridwan sendiri mengakui bahwa tuduhan tersebut adalah kesalahan kampus.
Kebijakan represif kampus ini justru menuai gelombang solidaritas. Saat persidangan berlangsung, puluhan mahasiswa melakukan aksi di luar PTUN Makassar dengan membawa spanduk bertuliskan “Memenangkan Aldi, Memenangkan Demokrasi”.
Dengan semakin banyaknya kejanggalan yang terungkap, kasus ini bukan hanya tentang Alhaidi, tetapi juga cerminan bagaimana kebebasan akademik di lingkungan kampus semakin terancam. Mahasiswa yang bersuara kritis kerap menghadapi tekanan administratif dan ancaman skorsing. Persidangan ini menjadi ujian besar bagi UIN Alauddin Makassar, apakah institusi pendidikan ini akan tetap bertahan sebagai ruang kebebasan akademik atau semakin jauh menuju otoritarianisme kampus.
Sidang berakhir pada pukul 16.00 WITA dengan pernyataan tegas dari Alhaidi yang meminta Majelis Hakim membatalkan SK skorsingnya dan memberikan keadilan bagi gerakan mahasiswa.
“Saya minta hakim mencabut SK skorsing dan memutus perkara ini seadil-adilnya,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan