RAKYAT.NEWS,MAKASSAR – Gerakan menanam sejuta pohon Matoa bukan sekadar simbolik, tapi sebagai bentuk nyata ibadah ekologis dalam ajaran katolik. Hal ini pun sejalan dengan tema Aksi Puasa Pembangunan 2025, yakni “Petobatan Ekologis Menciptakan Lingkungan Hidup yang Baik”.

Pertobatan ekologis adalah pengakuan dosa yang dilakukan manusia terhadap alam dan memandang alam sebagai tanda kehadiran Allah.
Kegiatan ini berlangsung di lingkungan Wisma Baruga Kare, Paroki Maria Ratu Rosari Kare, Jalan Perintis Kemerdekaan No. 28, Kecamatan Tamalanre, Kota Makassar, pada Selasa, 22 April 2028.

“Pertobatan ekologis mengarahkan manusia pada perubahan cara memandang, berinteraksi dan berperilaku dengan alam. Menciptakan organisme yang baik antara manusia dan alam adalah inti dari pertobatan ekologis,” kata Pembimbing Masyarakat Katolik Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan, Paulus Palondongan.

“Menanam pohon bukan hanya soal menjaga lingkungan. Ini bagian dari tanggung jawab kita sebagai umat ciptaan Tuhan. Pemilihan Pohon Matoa karena merupakan tanaman lokal Indonesia yang mudah tumbuh, cepat berbuah, dan memiliki nilai ekonomi,” imbuhnya.

Menurut Paulus, gerakan menanam pohon Matoa juga dimaksudkan untuk membangun kesadaran publik, khususnya umat Katolik, bahwa merawat bumi adalah tanggung jawab bersama.

“Dalam Ensiklik Laudato Si’, Paus Fransiskus mengingatkan akan hal ini dan menyerukan agar umat Kristiani bekerja bersama dengan semua pihak untuk menyelamatkan bumi yang satu, yang kita diami bersama sebelum sampai pada kehancurannya. Paus mengajak kita semua untuk turut serta menjaga kelestarian lingkungan demi masa depan umat manusia dan generasi selanjutnya,” sebut Paulus.

Bimbingan Masyarakat Katolik Sulawesi Selatan juga merencanakan penanaman 720 pohon Matoa di berbagai wilayah, seperti di Taman Kenangan Makassar, Pakkatto Kabupaten Gowa, Bumi Perkemahan Getengan Tana Toraja, SMK Palapala, juga sejumlah rumah ibadah.

YouTube player