RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Rivalitas berkepanjangan antara India dan Pakistan kembali menjadi sorotan dalam Diskusi Bulanan Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (Unhas), Kamis (22/5).

Diskusi yang digelar di Aula Prof. Syukur Abdullah FISIP Unhas itu mengangkat tema “Rivalitas India – Pakistan: Persimpangan Antara Strategi Geopolitik dan Ekonomi Politik di Asia Selatan”.

Diskusi berlangsung pukul 10.00 hingga 12.00 WITA dan menghadirkan dua akademisi sekaligus peneliti dari Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unhas, yakni Muhammad Nasir Badu, S.IP, MA, Ph.D dan Ishaq Rahman, S.IP, M.Si.

Topik ini menjadi sangat relevan mengingat konflik militer antara India dan Pakistan terkait sengketa wilayah Kashmir kembali memanas, menandai babak baru dari konflik panjang yang telah berlangsung sejak tahun 1947. Keduanya kembali terlibat dalam aksi saling serang yang mengundang kekhawatiran terhadap stabilitas kawasan.

Dalam pemaparannya, Nasir Badu menjelaskan bahwa konflik antara India dan Pakistan tidak hanya dilandasi perebutan wilayah semata, melainkan juga bersumber dari rivalitas strategis yang lebih luas.

“India dan Pakistan memiliki sejarah panjang terkait klaim atas wilayah Kashmir. Jika melihat fenomena ini dari perspektif teori kekuasaan, maka saya menilai kedua negara sebenarnya sedang mengeksiskan rivalitas mereka di tingkat kawasan dan global,” ujar Nasir.

Sementara itu, Ishaq Rahman menyoroti dampak rivalitas ini terhadap integrasi regional Asia Selatan. Menurutnya, proses integrasi di kawasan tersebut berjalan sangat lambat karena dibayangi ketegangan bilateral antara India dan Pakistan.

“Tren integrasi kawasan merupakan solusi potensial untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjangan pembangunan. Namun di Asia Selatan, proses ini berjalan lambat karena konflik politik yang terus mengganggu atmosfer ekonomi politik regional,” kata Ishaq.

Ishaq memaparkan bahwa gagasan integrasi Asia Selatan pertama kali digagas oleh Presiden Bangladesh Ziaur Rahman pada 1980-an, setelah melihat kemajuan ASEAN di Asia Tenggara pada dekade sebelumnya. Inisiatif tersebut mendapat dukungan dari negara-negara kecil seperti Nepal, Bhutan, Sri Lanka, dan Maladewa. Namun India dan Pakistan sempat menolak usulan tersebut.

Setelah proses diplomasi yang panjang, India dan Pakistan akhirnya menyepakati pendirian organisasi kerja sama regional bernama South Asia Association for Regional Cooperation (SAARC) pada tahun 1985, dengan syarat kerja sama tidak mencakup isu politik dan keamanan.

“Tanpa dimasukkannya isu politik dan keamanan dalam kerangka kerja sama SAARC, maka diskusi dan solusi terhadap isu Kashmir praktis tertutup. Hal ini menjadi penghambat utama bagi integrasi regional,” jelas Ishaq.

Diskusi yang dihadiri hampir seratus peserta ini juga diisi dengan sesi tanya jawab interaktif. Para peserta, yang terdiri dari mahasiswa dan pengamat hubungan internasional, menyampaikan pandangan kritis mereka terhadap dinamika geopolitik di Asia Selatan serta prospek integrasi kawasan di tengah rivalitas dua kekuatan utama: India dan Pakistan.

Kegiatan Diskusi Bulanan ini merupakan agenda rutin Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unhas yang bertujuan membedah isu-isu global yang relevan dengan kepentingan nasional Indonesia, serta memperluas wawasan dan analisis akademik terhadap dinamika internasional yang sedang berkembang.