RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Wukuf di Arafah menjadi puncak dari seluruh rangkaian ibadah haji. Di momen yang paling sakral ini, jutaan jemaah dari berbagai penjuru dunia berkumpul di Padang Arafah untuk bermunajat, berzikir, dan memperbanyak doa.

Namun, bagi jemaah perempuan, terdapat sejumlah hal penting yang harus diperhatikan agar ibadah wukuf tetap sah dan dapat dijalankan dengan nyaman.

Musytasyar Dini yang tergabung dalam Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Ny. Hj. Badriyah Fayumi, mengingatkan bahwa ibadah haji bagi perempuan adalah bentuk jihad.

“Perempuan yang berhaji telah melakukan pengorbanan besar—meninggalkan keluarga, rutinitas harian, dan menempuh perjalanan panjang demi memenuhi panggilan Ilahi,” ujarnya dalam pernyataan yang disampaikan pada Sabtu (24/5/2025).

Menjelang puncak ibadah haji, Hj. Badriyah memberikan lima pesan penting yang ditujukan khusus kepada jemaah perempuan:

1. Haid Bukan Halangan untuk Wukuf

Hj. Badriyah menegaskan bahwa haid tidak menghalangi jemaah perempuan untuk melaksanakan wukuf. “Perempuan yang sedang haid tetap dapat menjalani wukuf. Yang tidak dapat dilakukan hanyalah tawaf, dan itu bisa dilakukan setelah suci,” jelasnya.

Ia menambahkan, jika haid datang sesaat setelah tiba di Makkah dan waktu wukuf sudah dekat, jemaah dapat mengganti niat dari haji tamattu’ menjadi haji qiran agar tetap bisa mengikuti wukuf tanpa perlu menuntaskan umrah terlebih dahulu. “Niatkan haji qiran, ikuti wukuf, lalu lanjutkan ibadah lainnya. Umrah bisa dilakukan setelah suci,” ujarnya.

2. Gunakan Pembalut atau Pampers untuk Antisipasi

Karena antrean toilet yang sangat panjang selama wukuf, Hj. Badriyah menyarankan jemaah perempuan mengenakan pembalut atau pampers. “Ini bukan sekadar soal kenyamanan, tetapi juga menjaga kesucian pakaian ihram. Setelah ada kesempatan, barulah bersuci dan mengganti,” terangnya.

3. Masker dan Aurat Saat Ihram

Dalam kondisi ihram, perempuan tidak diperbolehkan menutup wajah dan telapak tangan berdasarkan hukum fikih. Namun, dalam situasi tertentu seperti cuaca ekstrem atau risiko penularan penyakit pernapasan, penggunaan masker dibolehkan. “Kalau demi kesehatan, tidak mengapa. Tapi kalau ingin berhati-hati, bisa menggantinya dengan fidyah—berupa puasa tiga hari atau sedekah kepada enam fakir miskin,” jelas Hj. Badriyah.

Ia juga menekankan bahwa membuka jilbab di hadapan sesama perempuan saat ihram tidak termasuk pelanggaran. Namun demikian, tetap dianjurkan menjaga aurat sebagai bentuk kehati-hatian dalam ibadah.

4. Hemat Tenaga dan Gandakan Ibadah Ringan

Dengan semakin dekatnya masa Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina), aktivitas fisik akan meningkat. Oleh karena itu, jemaah perempuan dianjurkan untuk menyimpan tenaga. “Gunakan dua pekan ini untuk memperbanyak ibadah yang ringan namun berpahala besar, seperti zikir, tadarus, sedekah, doa, sabar, dan pengendalian diri,” katanya.

5. Hindari Perdebatan, Perkuat Keikhlasan

Perbedaan pendapat fikih di kalangan jemaah kerap menjadi sumber perdebatan yang tidak perlu. Hj. Badriyah mengingatkan agar jemaah tetap fokus pada niat dan tidak larut dalam perbedaan.

“Pilihlah pendapat yang paling menenangkan hati. Jangan buang energi memperdebatkan hal yang tidak mendasar. Niatkan semuanya karena Allah,” imbaunya.

Di akhir pesannya, Hj. Badriyah mengajak seluruh jemaah perempuan menjadikan wukuf sebagai titik balik spiritual dan kesempatan untuk meraih kemabruran haji.

“Ketika kita lelah berjalan menuju Jamarat, niatkan sebagai langkah menuju Allah. Ketika kita melepaskan kenyamanan dalam ihram, niatkan sebagai bentuk cinta kepada-Nya. Semoga semua pengorbanan ini mengantarkan kita menjadi haji yang mabrur,” tutupnya. (*)