RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Bedah buku Pesona 101 Gua di Sulawesi Selatan menjadi salah satu agenda penting dalam perhelatan Makassar International Writers Festival (MIWF) 2025: Land and Hand, yang digelar di Fort Rotterdam, Kota Makassar, Sabtu (31/5/2025).

Kegiatan bedah buku yang juga dirangkaikan dengan World Book Day 2025 ini menghadirkan Makmur Jaya dan Rustan sebagai narasumber dalam sesi peluncuran yang dimoderatori oleh Andi Irma Saraswati.

Buku tersebut memperkenalkan potensi wisata gua yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, lengkap dengan foto-foto menarik, informasi geografis, serta kutipan filosofis dan pepatah lokal yang memperkaya pengalaman membaca.

Fotografer dokumenter dalam pembuatan buku, Makmur Jaya yang juga merupakan penggiat alam sekaligus pegawai Bank Indonesia Sulsel tersebut, menjelaskan bahwa pemilihan angka 101 sebagai judul buku memiliki makna simbolis.

“Kalau 100 itu tanda kesempurnaan, maka 101 bisa dimaknai sebagai awal baru. Ini membuka ruang untuk penemuan gua-gua lainnya,” ujar Makmur.

Ia menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam publikasi dan eksplorasi gua. Menurutnya, informasi terkait gua di Sulawesi Selatan masih sangat minim di internet, sehingga peran komunitas dan masyarakat lokal menjadi sangat penting dalam mengungkap keberadaan serta karakteristik gua-gua tersebut.

“Kalau gua masih sangat minim informasi. Kalau saya boleh bilang, 90 persen data yang saya kumpulkan berasal dari komunitas. Di internet hanya 10 persen,” ungkapnya.

Makmur juga mengajak masyarakat untuk ikut mempromosikan gua-gua di Sulawesi Selatan melalui media sosial, agar menarik minat wisatawan dan peneliti.

Namun, ia juga mengingatkan pentingnya memahami tujuan sebelum mengunjungi gua, serta memperhatikan aspek konservasi, terutama pada gua yang menyimpan lukisan prasejarah berusia puluhan ribu tahun.

“Tidak semua gua bisa dimasuki sembarangan. Misalnya gua dengan lukisan sejarah, bisa rusak akibat panas tubuh manusia atau penggunaan cahaya kamera,” jelasnya.

Dari semua kabupaten/kota di Sulsel, wilayah Maros dan Pangkep menjadi daerah dengan jumlah gua terbanyak. Berdasarkan data Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, tercatat sekitar 600 gua di kawasan tersebut, yang kini masuk dalam kawasan UNESCO Global Geopark Maros-Pangkep.

Makmur juga menjelaskan bahwa wisata gua tergolong sebagai wisata minat khusus, bukan wisata massal, karena memerlukan pengetahuan teknis dan perlengkapan khusus. Ia menyarankan bagi pemula untuk mengunjungi gua-gua horizontal terlebih dahulu karena lebih aman dibanding gua vertikal.

“Ada dua jenis gua: horizontal dan vertikal. Untuk pemula, lebih aman yang horizontal,” ujarnya.

Sementara itu, Rustan, narasumber lain yang juga merupakan Anggota Badan Pengelola UNESCO Global Geopark Maros-Pangkep, mengungkapkan bahwa dari 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, hanya Makassar dan Takalar yang tidak memiliki gua.

“Hanya Makassar dan Takalar yang tidak memiliki gua,” ujarnya singkat.

Bedah buku ini tidak hanya menjadi langkah awal promosi wisata gua, tetapi juga bagian dari upaya pelestarian warisan alam dan budaya. Melalui dokumentasi yang disajikan secara informatif dan inspiratif, Pesona 101 Gua di Sulawesi Selatan diharapkan menjadi referensi penting bagi wisatawan, peneliti, serta pemangku kepentingan dalam mengembangkan ekowisata yang berkelanjutan berbasis kearifan lokal. (Frz)