Pernyataan ‘Bapak Aing’ Soal Media Dinilai Offside dan Picu Kontroversi
RAKYAT NEWS, BEKASI – Wartawan senior lokal, Didit Susilo, mengamati pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi atau yang akrab disapa KDM Bapak Aing, dalam sebuah acara resmi dinilai offside dan menuai kontroversi.
“‘Asal bunyi (asbun) itu memerintahkan jajarannya tidak perlu menjalin kerja sama dengan perusahaan media.’ Kalimat offside itu diucapkan di depan mahasiswa Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, seperti yang diunggah di kanal YouTube UNPAK TV, pada Selasa, 24 Juni 2025,” ujar Didit Susilo.
Menurutnya, Kang Dedi Mulyadi (KDM) akhir-akhir ini menjadi pusat perhatian publik karena aktif membuat konten selama memimpin Jawa Barat.
“Apapun gebrakanya jadi viral, banyak followernya hingga menghasilkan, pemasukan miliaran rupiah. Dari hasil ngonten itu sang Gubernur suka membagi-bagikan uang sebagai kepedulian terhadap warga Jabar,” lanjut Didit.
“Semua pola tingkahnya jadi viral atau sengaja diframing agar dapat empati publik dengan dalih transparansi. Bahkan Dedi punya panggung rakyat yang diberi label ‘Sapa Warga’,” ungkap dia.
Saat ini, Didit yakin banyak orang masih terkejut dan memberikan sanjungan atas kinerja Bapak Aing.
“Meski tiap hari ribuan warga Jabar kena gusur, jadi pengangguran baru, gelandangan yang hanya dapat uang kerohiman sebulan ngontrak rumah,” imbuhnya.
Didit menilai, meskipun masalah banjir tampak terselesaikan, hal itu justru menimbulkan masalah baru dan menjadi bom waktu.
“Digusur usahanya tanpa solusi, digusur hunian nya tanpa relokasi, diusir paksa tanpa melihat sisi kemanusiannya. Layak juga Bapak Aing dapat julukan Baru Bapak Tukang Gusur,” celetuknya.
“Karena sering ngoten dan diuber-uber rakyatnya untuk sekedar salaman, KDM mulai nyerempet ke ranah yang sensitif,” tambahnya.
Ia teringat masa lalu Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang disapa Ahok karena salah ucap hingga berakhir masuk penjara. Kini Didit melihat sosok KDM seperti mulai blunder dan asal ucap tanpa memikirkan dampaknya.
“Mulutmu adalah harimaumu rupanya sudah mulai luntur dalam diri KDM,” ujar Didit.
Didit mengingatkan, jangan sampai karena sudah menjadi pusat perhatian, KDM meminta jajarannya hanya menggunakan media sosial atas alasan efisiensi.
“Jelas pernyataan KDM mencerminkan tidak ada keberpihakan kepada insan pers, pekerja pers dan perusaha pers yang sudah megap-megap karena minimnya advertorial dan kerjasama sosialisasi,’ tuturnya.
Ia menggambarkan, dunia pers sangat resah dan gelisah, padahal selama ini pers adalah pilar demokrasi, mitra kritis yang komprehensif.
“Pers sebagai corong, mata, telinga masyarakat untuk disampaikan dalam produk jurnalistik yang bertanggungjawab. Sangat beda dengan medsos, netizen yang hiruk pikuk bersifat individual,” terang, Didit.
Didit menegaskan, produk jurnalistik yang kritis bisa menjadi kontrol sosial, kontrol birokrasi, kontrol penganggaran uang rakyat, serta kontrol pelanggaran etika dan lainnya.
“Pengungkapan kasus-kasus korupsi bermula dari produk jurnalistik dugaan indikasi korupsi. Pembegalan anggaran, penyimpangan anggaran dan berujung pada desakan publik terkait pengungkapan kasus korupsi,” tandasnya.
Didit mencontohkan, sudah berapa banyak uang APBD Jabar yang berhasil dikembalikan berkat pemberitaan pers. Sementara anggaran sosialisasi kerja sama dengan pers hanya 0,0001 persen saja.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan