RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) Indonesia tetap terjaga meski dihadapkan pada tekanan global yang meningkat, termasuk melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Penilaian ini disampaikan dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK, Selasa (8/7/2025).

OJK mencermati bahwa lembaga-lembaga internasional seperti World Bank dan OECD kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2025 dan 2026. Ketidakpastian akibat konflik geopolitik dan dinamika perdagangan global, terutama antara Amerika Serikat dan Tiongkok, masih menjadi sorotan utama.

Meski ketegangan perdagangan AS–Tiongkok sedikit mereda berkat tercapainya kerangka kesepakatan, kondisi kembali memburuk dengan pecahnya konflik bersenjata antara Israel dan Iran, yang memicu respons militer dari Amerika Serikat. Namun, tekanan pasar keuangan dan harga minyak mulai mereda setelah pemberlakuan gencatan senjata antara kedua negara.

Situasi global ini berdampak pada perlambatan indikator ekonomi dunia yang sebagian besar berada di bawah ekspektasi. Kebijakan fiskal dan moneter global pun cenderung lebih akomodatif. Di Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) belum menurunkan suku bunga dan masih mempertahankan Federal Funds Rate (FFR) di kisaran 4,25–4,50 persen, sambil menunggu kejelasan lebih lanjut terkait tarif dan dampaknya terhadap inflasi.

Sementara itu, perekonomian domestik menunjukkan ketahanan. Inflasi inti Indonesia tercatat moderat di level 2,37 persen (year on year). Dari sisi eksternal, neraca perdagangan kembali mencatatkan surplus pada Mei 2025, didorong oleh pertumbuhan ekspor sektor pertanian dan manufaktur yang mengimbangi penurunan pada ekspor komoditas pertambangan.

Dalam keterangan resminya, OJK melalui Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi, M. Ismail Riyadi, menyampaikan bahwa pasar saham domestik mengalami pelemahan 3,46 persen (month to date) ke level 6.927,68, dan 2,15 persen secara year to date. Nilai kapitalisasi pasar tercatat Rp12.178 triliun atau turun 1,95 persen mtd (1,28 persen ytd). Sementara itu, investor non-residen mencatatkan net sell sebesar Rp8,38 triliun mtd, dan Rp53,57 triliun ytd. Sektor industri dan finansial mengalami penurunan terbesar, sedangkan sektor transportasi, logistik, dan bahan baku mencatat penguatan.

Likuiditas transaksi saham tetap solid. Rata-rata nilai transaksi harian pasar saham secara ytd mencapai Rp13,29 triliun, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp12,90 triliun.

Di pasar obligasi, indeks ICBI menguat 1,18 persen mtd ke level 414,00, dengan yield SBN rata-rata turun 8,26 basis poin mtd (turun 30,28 bps ytd). Investor non-residen mencatat net sell Rp7,36 triliun mtd, namun masih mencatat net buy Rp42,27 triliun ytd. Di pasar obligasi korporasi, investor non-residen mencatat net sell Rp0,19 triliun mtd dan Rp1,40 triliun ytd.

Per 30 Juni 2025, nilai Asset Under Management (AUM) industri pengelolaan investasi mencapai Rp844,69 triliun, turun 0,19 persen mtd namun naik 0,87 persen ytd. Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat Rp510,15 triliun (turun 0,31 persen mtd, naik 2,18 persen ytd) dengan net subscription sebesar Rp0,45 triliun mtd, meskipun masih mencatat net redemption Rp2,02 triliun ytd.

Penghimpunan dana di pasar modal tetap positif. Tercatat Penawaran Umum mencapai Rp142,62 triliun, termasuk Rp8,49 triliun dari 16 emiten baru. Masih terdapat 13 pipeline Penawaran Umum dengan nilai indikatif Rp9,80 triliun.

Pada Securities Crowdfunding (SCF), hingga 30 Juni 2025 telah terdapat 18 penyelenggara berizin, dengan 852 penerbitan efek dari 525 penerbit, melibatkan 182.643 pemodal, dan dana yang dihimpun sebesar Rp1,60 triliun.

Pasar derivatif keuangan juga menunjukkan perkembangan signifikan. Dari Januari hingga Juni 2025, tercatat 97 pelaku dan 19 penyelenggara telah memperoleh izin prinsip dari OJK. Nilai transaksi pada Juni tercatat Rp135,30 triliun, dengan rata-rata harian Rp6,44 triliun (ytd: Rp10,23 triliun). Volume transaksi derivatif berbasis efek mencapai 591.381 lot dengan nilai akumulatif Rp1.309,09 triliun.

Sejak peluncurannya pada 26 September 2023 hingga 30 Juni 2025, Bursa Karbon mencatat partisipasi dari 112 pengguna jasa, dengan total volume perdagangan 1.599.322 tCO₂e dan nilai transaksi sebesar Rp77,95 miliar.

Dalam periode 20 Maret hingga 30 Juni 2025, terdapat 43 emiten yang merencanakan aksi buyback saham tanpa RUPS, dengan total alokasi dana Rp22,54 triliun. Dari jumlah tersebut, 35 emiten telah merealisasikan buyback senilai Rp3,38 triliun (sekitar 14,98 persen dari total rencana).

Untuk penegakan aturan, OJK sepanjang 2025 telah menjatuhkan sanksi administratif di sektor pasar modal, termasuk denda senilai Rp10,78 miliar kepada 14 pihak, pencabutan izin terhadap tiga entitas (1 perseorangan dan 2 perusahaan efek), serta peringatan tertulis kepada delapan pihak.

Selain itu, OJK juga menjatuhkan denda total sebesar Rp17,45 miliar kepada 251 pelaku usaha jasa keuangan dan memberikan 73 peringatan tertulis atas keterlambatan pelaporan. Denda tambahan Rp100 juta serta 33 peringatan tertulis lainnya dikenakan atas pelanggaran non-kasus.

OJK memastikan akan terus mencermati dinamika perekonomian global dan menjaga stabilitas sektor keuangan nasional melalui pengawasan yang adaptif dan terukur. (*)