Oknum Polda Sulsel Diduga Peras Pedagang, Modus Barang Kedaluwarsa
MAKASSAR, RAKYAT NEWS – Seorang pemilik toko pertanian di Kabupaten Bone, berinisial AN, resmi melaporkan tujuh anggota Polda Sulsel atas dugaan pemerasan dan penggeledahan tanpa prosedur yang sah. Kejadian ini berlangsung pada 23 April 2025, sekitar pukul 14.00 Wita, di Jalan Jenderal Sudirman, Watampone.
Menurut keterangan AN yang dipromulgasikan LBH Makassar, tujuh orang berpakaian serba hitam tiba-tiba masuk ke tokonya, memeriksa dan mengumpulkan barang dagangan yang sudah kedaluwarsa maupun belum, lalu menuduhnya melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
“Kalau memang saya bersalah saya siap menanggung konsekuensinya, tapi masalahnya saya merasa tidak melakukan kesalahan karena saya tidak memperdagangkan barang-barang yang sudah kadaluarsa tersebut, lalu pelaku memanfaatkan itu untuk memeras saya dan keluarga,” tutur AN dalam promulgasi media LBH Makassar
Setelah memperlihatkan surat perintah dan mengaku sebagai anggota Ditreskrimsus Polda Sulsel, para pelaku mengajak AN ke sebuah warung kopi di depan toko.
Di sana, AN kembali mempertanyakan pelanggaran yang dituduhkan. Salah satu pelaku kemudian menunjukkan angka Rp50 juta di layar ponsel.
“Lalu saya tanya untuk apa, lalu dijawab ‘yah mengerti mako saja’,” terang AN.
Karena AN tak sanggup memenuhi permintaan, nominal itu diturunkan menjadi Rp15 juta dengan tambahan setoran Rp2 juta per bulan. AN bahkan dipaksa membuat dan menandatangani surat pernyataan yang disebut sebagai “persyaratan administrasi”.
AN telah melaporkan para pelaku ke SPKT Polda Sulsel dengan dugaan pelanggaran Pasal 368 KUHP, sebagaimana tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor STTLP/B/790/VIII/2025/SPKT/Polda Sulsel, tertanggal 12 Agustus 2025
Sementara itu, Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Kabid Propam) Polda Sulawesi Selatan yang saat ini dijabat oleh Kombes Pol. Zulham Effendy Lubis, S.I.K., M.H tidak memberi jawaban atas konfirmasi terkait peristiwa dugaan pemerasan tersebut.
“Panggilan ditolak” pampang tampilan layar ketika menghubungi daripada beliau Kombes Zulham Effendy Lubis
Seraya demikian, LBH Makassar menilai kasus ini sarat pelanggaran hukum.
Kepala Advokasi LBH Makassar, Muhammad Ansar, menyebut tindakan aparat tersebut masuk kategori penyitaan yang seharusnya memerlukan izin Ketua Pengadilan Negeri sesuai Pasal 38 KUHAP, kecuali keadaan mendesak yang tetap wajib disetujui pengadilan.
“Kami menduga kuat, masih ada banyak korban yang sama seperti yang dialami oleh AN, namun tidak berani bicara dan melaporkan,” tukas Ansar LBH
Kami menilai, apa yang menimpa AN adalah persoalan struktural. Kami lebih khawatir persoalan ini justru akan semakin berpeluang terjadi kembali di masa mendatang. ” Karena draf RKUHAP memberikan diskresi yang luas bagi aparat kepolisian,” papar sang Advokat. (Uki Ruknuddin)

Tinggalkan Balasan