MAKASSAR, RAKYAT NEWS – Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) yang semula digadang-gadang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, kini diduga menyisakan nestapa. Oh aduhai.

Dampak lesunya pasar nikel global langsung terasa di lini produksi. PT Huadi Nickel Alloy, perusahaan smelter nikel di KIBA tersebut terpaksa merumahkan sebagian  pekerjanya dan hanya menyisakan dua tungku yang berfungsi. Kondisi ini memicu perselisihan industrial yang berlarut-larut.

Menurut Jayadi Nas selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel, delapan tungku smelter yang ada di kawasan tersebut, hanya dua yang masih beroperasi

“Sisa dua tungku beroperasi di dalam,” ungkapnya.

Menanggapi hal ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan konflik yang ada dengan jalan sebaik-baiknya

Jayadi mengklaim bahwa pihaknya telah memantau perkembangan sejak awal dan memastikan hak-hak buruh yang dirumahkan atau di-PHK tetap terpenuhi sesuai peraturan.

“Perusahaan boleh saja mengalami kesulitan keuangan, tapi bukan berarti bebas mengabaikan pekerja. Hubungan industrial harus tetap dijaga,” tegas Jayadi di Makassar, Kamis (21/8).

Ia menambahkan, Disnaker terus berusaha mengawal perundingan bipartit dan tripartit antara serikat buruh dan perusahaan.

Di balik klaim pengawasan pemprov, sejumlah buruh yang merasa tertindas mengambil langkah hukum yang lebih tegas. Pada 16 Agustus 2025, perwakilan buruh yang didampingi LBH Makassar melaporkan dugaan “perbudakan modern” ke Komnas HAM.

Dalam laporannya, mereka membongkar sistem kerja yang mereka sebut “tidak layak”,

Hingga berita ini diturunkan, upaya Rakyat News untuk mendapatkan konfirmasi dari Disnaker Bantaeng/Bupati Bantaeng Fathul Fauzy Nurdin, pihak KIBA/Huadi, dan perwakilan buruh belum membuahkan hasil. Advokat LBH Makassar juga belum memberikan pernyataan tambahan