BANDUNG, RAKYAT NEWS – Amnesty International Indonesia mengeluarkan pernyataan tegas terhadap meningkatnya angka korban jiwa dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung sejak akhir Agustus.

Lembaga HAM global ini juga mengecam penangkapan sejumlah aktivis hak asasi manusia, serta penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat keamanan, termasuk penembakan gas air mata ke area kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan (Unpas).

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan keprihatinannya terhadap kematian 10 warga sipil dan penangkapan beberapa aktivis, termasuk Delpedro Marhaen, Khariq Anhar, dan Syahdan Husein.

“Negara telah memilih jalur otoriter ketimbang pendekatan yang demokratis dan persuasif. Kami menuntut pembebasan para aktivis serta penghentian penggunaan pasal-pasal karet yang kerap digunakan untuk membungkam kritik,” tegas Usman.

Salah satu kasus paling menonjol adalah penangkapan paksa terhadap Delpedro Marhaen, Direktur Lokataru Foundation, di rumah sekaligus kantornya di Jakarta Timur pada Senin malam (1/9).

Amnesty menyebut penangkapan tersebut dilakukan tanpa prosedur hukum yang sah, termasuk penggeledahan ruang kerja tanpa surat resmi dan perampasan hak Delpedro untuk menghubungi pengacara.

Kecaman juga diarahkan terhadap tindakan brutal aparat di Bandung, di mana polisi menembakkan gas air mata ke area kampus yang dijadikan posko medis oleh pengunjuk rasa. Amnesty menilai aksi ini sangat membahayakan keselamatan mahasiswa dan warga sipil di sekitar lokasi.

“Penggunaan gas air mata yang tidak proporsional bisa berujung fatal seperti yang terjadi pada Tragedi Kanjuruhan,” ujar Usman.

Amnesty mendesak Komnas HAM segera melakukan penyelidikan independen terhadap kasus kematian sepuluh warga selama demonstrasi berlangsung.

Usman juga menekankan pentingnya kehadiran negara yang adil dan manusiawi, bukan justru melabeli para demonstran sebagai “anarkis”, “makar”, atau bahkan “teroris”.