Udang Indonesia Terkontaminasi, Pengamat: Benahi dan Moderninasi Laboratorium KKP
Kemudian, menurut Darwis, dengan laboratorium yang canggih, Indonesia tidak perlu lagi mengirim sampel ke luar negeri untuk konfirmasi, yang memakan waktu dan biaya, serta berpotensi membocorkan data sensitif.
Dengan begitu, penerbitan sertifikat kesehatan (health certificate) menjadi kredibel yang dikeluarkan otoritas karantina Indonesia dan menjadi “paspor” bagi produk perikanan untuk masuk ke negara lain.
Negara importir hanya akan mempercayai sertifikat kita jika mereka yakin laboratorium kita memiliki kompetensi dan akreditasi internasional (misalnya ISO/IEC 17025).
“Tanpa ini, sertifikat kita dianggap sebagai selembar kertas tanpa dasar ilmiah yang kuat,” jelasnya.
Faktor lain dengan pembenahan dan modernisasi laboratorium karantina kita, lanjut Darwis, mencegah masuknya penyakit yang dapat mematikan ekspor. Ini khususnya kritikal untuk komoditas udang dan ikan budidaya.
Dapat mendeteksi dini dan akurat patogen.Dimana virus seperti “white spot syndrome virus (WSSV)* pada udang atau “koi herpesvirus (KHV)” pada ikan adalah momok yang ditakuti.
Melindungi industri domestik. Jika suatu negara terkontaminasi penyakit dari impor Indonesia, mereka akan langsung memberlakukan embargo (larangan impor) total. Embargo ini tidak hanya mematikan akses pasar untuk sementara, tetapi bisa berlangsung bertahun-tahun. “Satu kesalahan dapat menghancurkan seluruh industri ekspor udang nasional,” jelasnya.
Faktor lain kecepatan hasil uji (turn around time – TAT). Laboratorium yang terotomatisasi dan menggunakan metode mutakhir dapat memberikan hasil dalam hitungan jam, bukan hari. Ini sangat penting untuk komoditas segar dan beku yang membutuhkan keputusan cepat.
Kemudian mengurangi biaya logistik. Proses karantina yang lambat karena menunggu hasil uji menyebabkan “demurrage” (biaya tambat kapal) yang tinggi. Laboratorium cepat membuat proses ekspor menjadi lancar dan efisien, menekan biaya secara keseluruhan.

Tinggalkan Balasan