Tong sampah mural di Binjai dirancang bukan sebagai “kotak kosong” estetika semata, melainkan sebagai titik edukasi statis yang menyampaikan pesan selama 24 jam. Setiap tong dipilih motif mural yang relevan dengan tema lingkungan. Misalnya lukisan alam, ajakan memilah sampah, atau slogan kebersihan kota. Dengan demikian, setiap orang yang lewat akan “terpapar” kampanye lingkungan, bahkan tanpa interaksi langsung.

Lokasi pemasangan tong mural pun direncanakan secara strategis: di titik lalu lintas tinggi, taman kota, pusat keramaian, dan kawasan padat aktivitas publik. Tujuannya agar pesannya sampai ke khalayak luas, dan tong mural juga langsung digunakan. Sebagai contoh, jika di RTH atau trotoar kota sudah tersedia tong mural, pengguna area tersebut lebih mudah membuang sampah ke tempatnya ketimbang asal membuang.

Fungsi ganda ini menjadikan tong mural sebagai medium komunikasi lingkungan yang terus hadir di ruang publik, bukan hanya fasilitas fisik. Program ini diharapkan mengubah “pandangan” orang terhadap tong sampah dari benda biasa menjadi simbol partisipasi lingkungan.

Tantangan implementasi dan bagaimana DLH menghadapinya

Proyek semacam ini tentu menghadapi tantangan,baik dari pemeliharaan, kerusakan oleh vandalisme, sampai keterbatasan sumber daya untuk penyebaran skala luas. Berikut beberapa tantangan dan respons DLH berdasarkan praktik yang terlihat:

1. Pemeliharaan dan perawatan berkala
Agar mural tetap estetis dan pesan tetap jelas, tong harus dirawat, dicat ulang, dibersihkan, dan diperbaiki bila rusak. DLH bisa melibatkan komunitas lokal atau bank sampah setempat untuk merawatnya bersama.

2. Vandalisme atau kerusakan fisik
Karena sifat terbuka publik, mural dan permukaan tong bisa menjadi sasaran coretan atau kerusakan. Untuk mengurangi hal itu, DLH dapat menerapkan patroli rutin, atau melibatkan warga sekitar sebagai “pengawas lokal”.