RAKYAT NEWS, BALI – Universitas Udayana (Unud) di Bali menyatakan bahwa mahasiswa yang terbukti melakukan tindakan perundungan atau bullying terkait kematian Timothy Anugerah Saputra (21) akan dikenai sanksi berat berupa pemecatan atau drop out (DO).

Saat ini, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan Perundungan (PPKPT) sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan pernyataan tidak empati atau nirempati yang disampaikan sejumlah mahasiswa Unud melalui media sosial.

Ketua Unit Komunikasi Publik Universitas Udayana, Dewi Pascarani, menyebut bahwa beberapa mahasiswa yang diduga melakukan tindakan tersebut telah dipanggil dan diperiksa.

Guna mempercepat proses penyelidikan, universitas membentuk tim pencari fakta yang terdiri dari berbagai unsur, termasuk ahli hukum dan psikolog, untuk mendukung kerja Satgas.

“Pihak universitas sudah memanggil para pelaku dan merekomendasikan untuk memberikan nilai tidak baik bagi kemampuan soft skill dan jika terbukti melakukan perundungan nantinya terancam di drop out (DO),” kata Dewi saat konferensi pers di Gedung Pascasarjana Kampus Sudirman Unud,di Denpasar, Bali, Selasa (20/10/2025).

Ia menegaskan bahwa keputusan sanksi bukan berada pada Satgas, melainkan akan ditetapkan oleh rektor berdasarkan rekomendasi dari Satgas PPKPT. Penentuan sanksi juga akan mempertimbangkan tingkat keterlibatan serta dampak dari tindakan tersebut.

“Tapi sekali lagi itu adalah bukan sanksi akhir. Sanksi nanti akan ditetapkan oleh rektor atas rekomendasi Satgas PPKPT. Ketika pelaku tersebut terbukti bahwa benar melakukan tindakan yang dituduhkan dan juga sejauh mana dampaknya dan sanksi apa yang tepat diberikan sesuai dengan aturan,” ujarnya.

Dewi menjelaskan bahwa Satgas PPKPT juga akan melibatkan ahli bahasa untuk menilai dan mengklasifikasikan tindakan para terduga pelaku, apakah termasuk perundungan atau lebih dari itu.

“Mungkin kita akan lihat nanti hasilnya seperti apa. Tapi maksimal ketika ada terjadi kasus perundungan dan juga pelanggaran etika itu bisa berkaca dari kasus yang sebelumnya adalah dikeluarkan dari universitas,” ujarnya.

Menurut Dewi, ada enam mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) yang diduga membuat pernyataan tidak empatik setelah korban meninggal dunia.

“Kalau di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ada enam (orang). Tapi untuk fakultas lain kami masih perlu konfirmasi lagi. Karena begini, ini kan ucapan di sosial media, ucapan tidak empati di sosial media, itu pasti berbeda dengan apakah ini bisa dikatakan perundungan, itu juga masih menjadi telaah dari Satgas PPKPT,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa pernyataan tidak empatik tersebut disampaikan setelah korban meninggal, bukan sebelumnya.

“Mungkin satu hal lagi yang perlu diluruskan, bahwa tindakan atau ucapan nirempati tersebut dilakukan setelah almarhum meninggal. Jadi bukan sebelum almarhum meninggal,” ujarnya.

Penyelidikan ini dijadwalkan berlangsung selama dua minggu dan dilakukan secara tertutup.

“Pimpinan menargetkan dua minggu. Tapi kami pasti akan terus berusaha lebih cepat dari itu. Untuk update tentang pemeriksaan dari satgas, itu tadi kami baru mendapatkan laporan bahwa ada mahasiswa pelaku yang sudah dipanggil, itu lintas fakultas. Bukan hanya dari FISIP, tapi juga ada dari (fakultas lain) seperti tadi yang ditanyakan. Tapi mengenai jumlahnya berapa, saksi, dan seterusnya, itu belum ada perkembangan,” ujarnya.