RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Sengketa kepemilikan lahan seluas 16 hektare di kawasan Metro Tanjung Bunga kembali memanas.

PT Hadji Kalla menegaskan bahwa pihaknya merupakan pemegang hak sah atas lahan tersebut, sekaligus membantah klaim yang sebelumnya disampaikan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk.

PT Hadji Kalla kembali memberikan bantahan atas klaim kepemilikan lahan seluas 16 hektare oleh PT GMTD Tbk yang berada di Jalan Metro Tanjung Bunga.

Chief Legal & Sustainability Officer KALLA, Subhan Djaya Mappaturung, menegaskan bahwa lahan tersebut telah berada dalam penguasaan fisik KALLA sejak tahun 1993.

Dalam keterangan pers yang disampaikan Sabtu (15/11/2025), Subhan menjelaskan bahwa lahan tersebut telah bersertipikat HGB yang diterbitkan oleh BPN dan telah diperpanjang hingga tahun 2036 serta didukung dokumen Akta Pengalihan Hak.

“Kami mempertegas kembali bahwa lahan 16 hektare tersebut berada dalam penguasaan fisik KALLA dan kami memiliki legalitas yang sah,” ujarnya.

Ia menyatakan bahwa PT Hadji Kalla tetap melanjutkan aktivitas pemagaran dan pematangan lahan tersebut sebagai bagian dari rencana pengembangan proyek properti terintegrasi berkonsep mixed use.

Proyek ini disebut sebagai bentuk kontribusi serta konsistensi perusahaan dalam pembangunan kawasan Makassar selama 73 tahun kiprah perusahaan.

Terkait klaim eksekusi lahan oleh PT GMTD Tbk, Subhan menegaskan bahwa pernyataan tersebut sudah dibantah secara resmi oleh Juru Bicara Pengadilan Negeri Makassar, serta dibantah oleh BPN karena objek yang diklaim dieksekusi tersebut belum pernah dilakukan konstatering.

“Seharusnya pihak PT GMTD Tbk menunjukkan dengan jelas dan terang di mana lokasi lahan yang diklaim telah dieksekusi dan dikuasainya,” tegasnya.

Lebih jauh, Subhan memaparkan bahwa KALLA melalui PT Bumi Karsa telah terlibat dalam pengembangan kawasan Tanjung Bunga sejak akhir 1980-an melalui proyek normalisasi Sungai Jeneberang I–IV, termasuk pembangunan waduk sebagai long storage untuk kepentingan publik.

Pada periode yang sama, pihaknya melakukan pembebasan lahan berupa rawa di kawasan tersebut untuk kepentingan pengerukan lumpur dari proyek tersebut. Total lahan yang dibebaskan mencapai kurang lebih 80 hektare dan telah bersertipikat yang diterbitkan BPN Makassar.

Subhan juga menanggapi pernyataan PT GMTD Tbk yang menilai pembelian lahan oleh pihak lain pada periode 1991–1998 sebagai tindakan tidak sah. Menurutnya, pernyataan tersebut menunjukkan bentuk arogansi.

“Yang menentukan sah atau tidaknya perolehan lahan tersebut adalah pemerintah. Bukan GMTD dan bukan LIPPO,” tegasnya.

Ia juga menyoroti perubahan struktur dan tujuan usaha PT GMTD setelah grup Lippo masuk sebagai investor pada tahun 1994.

“Lippo tidak hanya mengubah struktur kepemilikan saham, tetapi juga mengubah misi perusahaan dari pembangunan kawasan pariwisata menjadi usaha real estate,” katanya.

Subhan menambahkan bahwa hal tersebut tercermin dari dominasi ekosistem bisnis Lippo seperti RS Siloam, Sekolah Dian Harapan, GTC dan permukiman real estate di kawasan tersebut, bukan usaha pariwisata seperti tujuan awal pembentukan perusahaan.

Dengan kondisi tersebut, Subhan menilai terdapat indikasi bahwa Lippo menjadikan GMTD seolah-olah sebagai aset pemerintah daerah untuk berlindung dari tindakan yang dinilai merugikan pihak lain.

BANTAHAN PT GMTD TBK

Sehari sebelumnya, Direktur PT GMTD Tbk, Ali Said, dalam keterangan resmi yang diterima Rakyat.News, Jumat (14/11/2025), menegaskan bahwa kepemilikan atas lahan 16 hektare tersebut sepenuhnya berada di bawah naungan pihaknya.

Pernyataan ini kembali muncul setelah video wakil presiden Indonesia yang ke-10 dan 12 sekaligus Founder KALLA, Jusuf Kalla (JK), viral saat meninjau lahan yang dimaksud.

Ali Said menyebut status tersebut sah berdasarkan proses pembelian dan pembebasan lahan yang dilaksanakan pada periode 1991–1998.

“Seluruh proses tersebut dilakukan secara sah, transparan, dan sesuai ketentuan hukum. Pada masa itu, hanya PT GMTD Tbk yang memiliki hak dan wewenang resmi untuk melakukan pembebasan, pembelian, dan pengelolaan lahan di kawasan Tanjung Bunga,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa klaim kepemilikan pihak lain, termasuk yang mengatasnamakan pembelian dalam periode tersebut, tidak sah secara hukum dan dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

GMTD juga menyatakan memiliki penguasaan fisik atas lahan tersebut, meski dalam satu bulan terakhir terjadi tindakan yang disebut sebagai penyerobotan fisik seluas kurang lebih 5.000 meter persegi. (*)