Diduga Manipulasi Aset dan Dividen, DPRD Sulsel Bakal Panggil Pihak PT GMTD
RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan menyoroti dugaan manipulasi dalam pengelolaan lahan dan pembagian dividen oleh PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk.
Dugaan itu mengemuka setelah perusahaan diduga tidak lagi menjalankan fungsi utamanya sebagai pengembang kawasan wisata dan berkontribusi sangat kecil terhadap pendapatan daerah.
Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Kadir Halid, mengungkapkan bahwa GMTD sejak awal mendapatkan izin prinsip berdasarkan keputusan Gubernur Sulawesi Selatan dengan luas pengelolaan lahan mencapai 1.000 hektare. Namun dalam praktiknya, ia menilai jika pengembangan yang dilakukan perusahaan disebut telah menyimpang dari tujuan awal pendirian.
“Izin prinsip PT GMTD Tbk. beroperasi berdasarkan SK Gubernur Sulawesi Selatan di awal pendiriannya. Dengan luas lahan 1.000 hektare,” kata Kadir Halid dalam keterangan resminya, Selasa (25/11/2025).
Menurutnya, penyimpangan pengelolaan terjadi ketika perusahaan tidak lagi konsisten dengan mandat awal sebagai pengembangan kawasan pariwisata.
“Akan tetapi, GMTD telah banyak melakukan manipulasi selama ini. Manipulasi apa itu? Dalam pelaksanaan pengembangannya sudah melenceng dari SK Gubernur Sulsel tersebut, yang awalnya untuk pengembangan pariwisata. Tapi kini malah jualan rumah dan kavling,” tegas Kadir.
Ia juga mengungkapkan bahwa setelah terjadi perubahan kepemilikan saham, GMTD diduga membentuk badan usaha lain yang ikut mengelola bahkan menjual aset perusahaan tanpa mekanisme yang jelas.
“Kemudian, setelah masuk Lippo sebagai pemegang saham, mereka membentuk perusahaan lagi. Ada perusahaan lain yang bekerja di luar GMTD. Nah itu yang saya katakan manipulasi,” lanjutnya.
Salah satu perusahaan yang disebut dalam dugaan ini ialah PT Makassar Permata Sulawesi, yang menurutnya kerap melakukan transaksi atas lahan milik GMTD.
“Ada perusahaan yang namanya PT Makassar Permata Sulawesi. Nah, perusahaan inilah yang kadang-kadang menjual lahan milik GMTD. Jadi, seakan-akan GMTD hanya nama saja,” ujarnya.
Kadir menegaskan bahwa dugaan praktik tersebut harus ditelusuri karena berdampak pada penurunan nilai saham pemerintah daerah dalam struktur kepemilikan perusahaan.
“Inilah yang akan kami telusuri sebagai fungsi pengawasan kami di DPRD. Karena di GMTD kan ada sahamnya Pemprov Sulsel. Dimana saham Pemprov Sulsel ini berkurang terus-terusan. Yang dulu 20 persen untuk Pemprov Sulsel, Pemkot Makassar 10 persen, Pemkab Gowa 10 persen, dan Yayasan Pembangunan Sulawesi Selatan 10 persen. Ini kan semua tergerus,” jelasnya.
Selain dugaan manipulasi aset, DPRD Sulsel juga menyoroti pembagian dividen yang dinilai tidak sebanding dengan nilai manfaat dan keuntungan perusahaan.
Menurut informasi yang diterima Komisi D, sejak awal beroperasi GMTD diduga hanya memberikan dividen Rp 6 miliar untuk Pemerintah Provinsi Sulsel, Rp 3 miliar untuk Pemerintah Kota Makassar, dan Rp 3 miliar untuk Pemerintah Kabupaten Gowa, meski perusahaan disebut meraih keuntungan mencapai triliunan rupiah.
“Oleh karena itu, memang ada dugaan manipulasi. Termasuk pembagian dividen yang sangat kecil untuk Pemprov Sulsel. Bisa saja ini pidana. Karena ada kerugian yang seakan-akan GMTD ini melakukan manipulasi sehingga dividen kepada Pemprov Sulsel, Pemkot Makassar, dan Pemkab Gowa kecil sekali,” tegas Kadir.
Komisi D memastikan akan menggunakan fungsi pengawasan penuh untuk memastikan persoalan ini ditindaklanjuti secara hukum dan administratif.
“Kita akan melakukan fungsi pengawasan. Kita akan telusuri, apakah itu dalam bentuk rapat dengar pendapat atau hak angket. Supaya terang benderang. Jangan masyarakat Sulsel dirugikan karena kehadiran GMTD ini sangat bagus awalnya. Tapi setelah masuk perusahaan-perusahaan besar, tergerus kita punya saham,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa agenda pembahasan bersama perusahaan terkait akan segera dijadwalkan setelah rangkaian agenda internal DPRD selesai.
“Saat ini, agenda di DPRD Sulsel masih padat. Ada rapat paripurna, setelah itu ada pengawasan, lalu ada rapat banggar di Jakarta. Pulang dari situ, akan kita rapatkan untuk memanggil GMTD,” pungkasnya.
PERNYATAAN GMTD TERKAIT KEPEMILIKAN LAHAN DI TANJUNG BUNGA
Presiden Direktur PT GMTD Tbk, Ali Said, Dalam pernyataan resminya kepada Rakyat.News, Senin (17/11/2025), menyebutkan bahwa landasan hukum kawasan Tanjung Bunga telah diatur melalui empat dokumen negara, yakni:
- SK Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi tanggal 8 Juli 1991,
- SK Gubernur Sulawesi Selatan tanggal 5 November 1991 terkait kawasan seluas 1.000 hektare,
- SK Penegasan Gubernur pada 6 Januari 1995, dan
- SK Penegasan dan Larangan Mutasi Tanah pada 7 Januari 1995.
Empat dokumen ini, menurut Ali Said, menyatakan secara eksplisit bahwa hanya PT GMTD yang memiliki mandat tunggal untuk membeli, membebaskan, serta mengelola kawasan Tanjung Bunga.
“Ini bukan interpretasi perusahaan atau opini, tetapi keputusan negara yang mendasari seluruh proses pembebasan, pengembangan, dan investasi kawasan sejak 1991,” ungkap Ali Said.
PT GMTD juga menegaskan bahwa kawasan Tanjung Bunga sejak awal merupakan proyek strategis pemerintah yang dirancang untuk membuka akses wisata terpadu Makassar-Gowa, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta membangun infrastruktur di wilayah yang saat itu masih berupa rawa dan tanah negara.
Ali Said menyatakan bahwa investasi awal yang dilakukan GMTD adalah fondasi terbentuknya kawasan modern seperti saat ini. (*)


Tinggalkan Balasan Batalkan balasan