RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Polemik sengketa lahan antara PT Hadji Kalla dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) di kawasan Metro Tanjung Bunga kembali memasuki babak baru.

Setelah pihak PT Hadji Kalla menegaskan dasar kepemilikan melalui empat Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan akta pengalihan hak yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar, kini giliran akademisi dan praktisi hukum Prof Hamid Awaluddin memberikan pandangan tegas mengenai persoalan tersebut.

Eks Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI era Periode 2004-2027, Prof Hamid Awaluddin menyampaikan bahwa pernyataan kuasa hukum PT Hadji Kalla sebelumnya, yakni “GMTD menawar, PT Hadji Kalla membeli”, adalah penegasan tentang konsep hak kepemilikan yang sah secara hukum.

“Bahwa benar apa yang telah dikatakan kuasa hukum PT Hadji Kalla ‘GMTD menawar, PT Hadji Kalla membeli’. Kenapa? Itu adalah persoalan hak. Jadi, siapa pun yang membela miliknya, itu adalah konsep jihad,” ujarnya kepada awak media di Wisma Kalla, Kamis (4/12/2025).

Prof Hamid turut menyoroti langkah GMTD yang menggugat PT Hadji Kalla secara pidana maupun perdata atas objek tanah yang menurutnya lebih dulu dimiliki oleh PT Hadji Kalla berdasarkan dokumen resmi negara.

“Kedua, saya sangat heran GMTD menuntut PT Hadji Kalla secara pidana dan perdata terhadap tanah yang lebih dulu dimiliki PT Hadji Kalla. Padahal, kronologinya, pada tahun 1996 PT Hadji Kalla mendapatkan sertifikat, lalu GMTD pada tahun 1997,” ungkapnya.

Ia menegaskan, hukum pertanahan telah memiliki banyak yurisprudensi yang berkaitan dengan ketidaksinkronan dokumen kepemilikan, termasuk keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menjadi rujukan utama dalam menentukan keabsahan sertifikat.

“Saya hanya mengingatkan bahwa ada yurisprudensi Mahkamah Agung atas lima kasus yang jelas mengatakan apabila ada dua dokumen yang sah, maka dokumen yang diperoleh lebih awallah yang sah. Pertanyaannya mana lebih duluan 1996 atau 1997? Simpel sekali ini persoalan,” tegasnya.

YouTube player