Angka Kecelakaan Tinggi hingga Upah Rendah, Pengamat Transportasi Dorong Sertifikasi Khusus Sopir Truk ODOL
RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno menilai pemberian pelatihan khusus dan sertifikasi bagi pengemudi truk bermuatan Over Dimension Over Loading (ODOL) menjadi langkah mendesak untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas sekaligus memperbaiki kualitas angkutan barang nasional.
Djoko mengungkapkan, berdasarkan pengamatannya, sekitar 60 persen pengemudi truk bermuatan ODOL pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Kondisi tersebut diperparah dengan tingkat kesejahteraan pengemudi yang masih rendah.
“Mayoritas 75 persen pengemudi truk bermuatan ODOL memiliki penghasilan bulanan di bawah Rp5 juta per bulan,” ungkap Djoko.
Ia menilai, rendahnya pendapatan, minimnya pelatihan, serta tekanan kerja yang tinggi menjadi kombinasi faktor yang berkontribusi terhadap tingginya risiko kecelakaan di sektor angkutan barang.
Djoko juga menyoroti langkah Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan yang telah mengambil inisiatif dengan mengumpulkan berbagai pemangku kepentingan untuk membahas pembenahan isu angkutan barang ODOL. Namun, ia menilai upaya tersebut masih menghadapi tantangan serius.
“Meski upaya penanganan isu ini selama ini kerap hanya sebatas wacana dan belum menunjukkan penyelesaian yang tuntas,” ujarnya.
Dalam konteks kebijakan nasional, Djoko menyebut pemerintah sebenarnya telah menyiapkan kerangka besar melalui Rencana Peraturan Presiden tentang Penguatan Logistik Nasional yang memuat implementasi kebijakan Zero ODOL. Di dalamnya terdapat sembilan Rencana Aksi Nasional dengan total 47 keluaran (output) yang dirancang untuk mengatasi persoalan ODOL secara komprehensif.
Kesembilan rencana aksi tersebut meliputi integrasi penguatan angkutan barang berbasis sistem elektronik; pengawasan, pencatatan, dan penindakan kendaraan angkutan barang; penetapan dan pengaturan kelas jalan provinsi serta kabupaten/kota, termasuk penguatan penyelenggaraan jalan khusus logistik; peningkatan daya saing distribusi logistik melalui multimoda angkutan barang; serta pemberian insentif dan disinsentif bagi badan usaha angkutan barang dan pengelola kawasan industri yang menerapkan atau melanggar kebijakan Zero ODOL.
Selain itu, rencana aksi juga mencakup kajian pengukuran dampak penerapan kebijakan Zero ODOL terhadap perekonomian, biaya logistik, dan inflasi; penguatan aspek ketenagakerjaan dengan standar kerja yang layak bagi pengemudi, terutama terkait upah, jaminan sosial, dan perlindungan hukum; deregulasi serta harmonisasi peraturan untuk meningkatkan efektivitas penegakan Zero ODOL; hingga pembentukan kelembagaan berupa komite kerja lintas sektor sebagai delivery unit percepatan pengembangan konektivitas dan logistik nasional di seluruh moda transportasi.
Djoko menegaskan, tanpa keseriusan implementasi di lapangan, kebijakan Zero ODOL berpotensi kembali menjadi dokumen perencanaan semata.
Menurutnya, pelatihan dan sertifikasi pengemudi harus menjadi bagian tak terpisahkan dari agenda besar reformasi angkutan barang, agar keselamatan lalu lintas, kesejahteraan pengemudi, dan efisiensi logistik nasional dapat berjalan beriringan. (Dirham)


Tinggalkan Balasan Batalkan balasan