Tana Toraja, Rakyat News – Kemarin tanggal 31 Agustus 2018, masyarakat kabupaten Tana Toraja telah merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Tana Toraja ke-61 dan Hari Jadi Toraja ke 771.

Masyarakat kebanyakan mungkin hanya mengetahui dan merayakan bahwa di tanggal itu adalah hari ulang tahun kabupaten dan Hari Jadi Toraja. Tidak banyak yang mengetahui bagaimana proses Hari Jadi Toraja itu ditetapkan. Itu sebabnya, media ini melansir dari karebatoraja.com untuk mencoba mengedepankan fakta-fakta sejarah tentang penetapan Hari Jadi Toraja tersebut.

Dikutip dari website resmi Pemerintah Kabupaten Tana Toraja; www.tanatorajakab.go.id, proses penetapan Hari Jadi Toraja ini kelihatannya tidak lepas dari kebijakan Bupati Tana Toraja kala itu, Tarsis Kodrat. Bupati yang dikenal tegas terhadap judi sabung ayam ini, merupakan orang yang menginisiasi sekaligus mempelopori penelusuran sejarah untuk menetapkan Hari Jadi Toraja.

Berikut Sejarah Hari Jadi Toraja:

Pada Maret 1995, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tana Toraja, Drs. Tarsis Kodrat,  mengemukakan ide tentang perlunya diadakan seminar sejarah Toraja dalam rangka menentukan Hari Jadi Toraja. Pemikiran tersebut mula-mula disampaikan kepada beberapa pejabat dan tokoh masyarakat yang ternyata ditanggapi secara serius. Berbagai masukan diperoleh, baik yang bernada positif maupun yang negatif.

Upaya ini perlu karena bila mengacu pada pengalaman Daerah Tingkat I dan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan, penentuan Hari Jadi itu penting dalam rangka mendorong tekad untuk mencari momentum yang tepat dan strategis bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah secara bersama-sama untuk bergerak dinamis dalam pembangunan nasional yang sedang berlangsung di daerah ini.

Proses Perumusan:
Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan ke-51 Republik Indonesia tahun 1995, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tana Toraja, Tarsis Kodrat, dalam rapat panitia, menyampaikan agar seminar tentang sejarah Toraja dan Hari Jadi Toraja dilaksanakan dalam rangkaian peringatan HUT Proklamasi RI. Kepala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tana Toraja ditugaskan untuk melaksanakan rencana tersebut.

Oleh karena itu diadakanlah seminar pada tanggal 16 dan 17 Oktober 1995 dengan menghadirkan para pakar/tokoh budaya dan tokoh-tokoh masyarakat dari 9 Kecamatan. Para utusan dari Kecamatan-Kecamatan itu diwajibkan membawakan makalah tentang perkembangan sejarah, aluk (agama), adat dan budaya di wilayah masing-masing.

Pada acara pembukaan, Bupati Tarsis Kodrat menyampaikan bahwa keberadaan wahana Hari Jadi Toraja diharapkan dapat memperkuat rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dan jajaran Pemerintah Daerah serta mendorong tumbuhnya semangat juang untuk mengemban tugas bersama dalam rangka bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Berbagai pertimbangan dan masukan disampaikan oleh peserta seminar, antara lain peristiwa-peristiwa dalam perjalanan sejarah masyarakat Toraja dan Sulawesi Selatan pada umumnya, serta mengambil perbandingan dari Daerah Tingkat I dan beberapa Daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan, seperti: Sinjai, Bone, Luwu’, Gowa, dan Selayar tentang Hari Jadi masing-masing daerah itu.

Dalam seminar dibentuklah tim perumus untuk merumuskan hasil akhir produk seminar. Tim ini mengadakan rapat sebanyak enam kali dan menghasilkan kesimpulan seminar tentang Hari Jadi Toraja. Dalam kesimpulan tersebut diajukanlah dua point rumusan yang merupakan alternatif menyangkut tanggal, bulan dan tahun Jadi Toraja yang merujuk pada kearifan budaya nenek moyang (nenek todolo) dan semangat juang yang telah dipersembahkan oleh masyarakat Toraja dalam perjalanan panjang sejarah bangsa.

Rumusan itu memuat berbagai peristiwa sebagai puncak kejadian penting di Tana Toraja yang layak dipertimbangkan oleh Bupati dan selanjutnya diusulkan ke legislatif untuk dibahas dan ditetapkan sebagai Peraturan Daerah.(yustus/ave).